Pertama kali datang ke Mesir aku tak pernah mengenal dunia luar -setelah
pengabdian Gp5 langsung berangkat Mesir- seperti manusia yang baru lahir dari rahim ibunya. Keluguanku menjanjikan harapan palsu pada semua orang. Awalnya aku sudah ditempatkan di rumah awan, rumah almameterku. Sehari di rumah itu, aku diajak seseorang berpakaian hitam yang kebetulan teman sekelas kakakku di SMA dulu. Aku di ajak tidur di rumah yang serba gelap itu dan diajak untuk memikirkan lagi omongannya. Ia mencoba meyakinkanku untuk menjaga diri, salah satunya dengan menutup muka. Ah... maksudnya bagaimana?... aku masih berpikir lagi, mungkinkah orang gokil sepertiku berpakaian seperti itu?... Tapi aku menolak halus dengan alasan agar aku melihat dulu situasi masisir. Tapi
Alhamdulillah juga aku segera dijemput oleh ketua IKPM; ka Huda, ka Muja dan ka Thomas. Sebulan di Gami
Awan, penampilanku agak sedikit berubah, jilbabku agak kaffah. Tapi malah
pujian yang mengandung sindiran yang ku dapat. Haih… aku benci dengan semua
orang. Aku tidak suka berkumpul dengan laki-laki ngobrol dan tak ada ujung.
Ah.. pergaulannya,, bikin ku mengelus dada.
Memang betul kata al-Quran, "Ittaqillah yaj'aluhu makhraja", akhirnya aku memilih tinggal di asrama setelah diskusiku dengan abi tentang keadaan mahasiswa Mesir. Beberapa bulan
di asrama aku disambut teman sekamar yang kebetulan kakak kelasku di pondok,
Wirna Hayati dan Tsaqofina. Dari merekalah aku sedikit bijak untuk bertindak.
Dari ka Wirnalah aku diajak membuka mata, bahwa tidak semua pergaualan IKPM itu buruk, seperti apa yang ku pikirkan. Akhirnya aku diajak mengenal pergaulan yang baik, yaitu Kajian.
Awal di
kajian aku memilih untuk diam, dan memperhatikan situasi dan kondisi kajian. Di samping itu
aku juga survey ke beberapa tempat kajian di Mesir ini. Dari kajian orang
hitam, putih, dan nano-nano, ternyata memang tidak ku temukan anggota kajian
seindah anggota kajian Nun Center.
Di kajian
aku jarang mendengar sindiran, aku selalu didukung, selalu semangat. Ada banyak manfa'at yang kutemukan di Kajian Nun. Di kajian aku bertemu macam-macam
kegemaran setiap orang. Ada sastrwannya yang udah sampai tingkat dewa. Ada
spritualis yang dalamnya melebihi dalamnya samudra. Ada yang sukanya sistematis, cerdas, praktis, dan
komunis. Ada yang pintar verifikasi. Eh, ada juga lo seorang Musisi. Ada yang suka meledek dan diledek.. Haha… berkumpul dengan mereka seperti
berlatih menari di atas kaca. Semua bahan tertawaan pun bagi ku mengandung
ilmu, di samping itu aku mulai membuka mata untuk IKPM. Dari sini aku menemukan kecocokan dengan komunitas ini. Ya, sepertinya karena aku juga karena alumni Gontor,aku cepat sekali nyambung
dengan mereka. Ah… apalagi dua guru yang selalu mengeluarkan ide, ilmu, dan nasehat-nasehat
yang brilian bagiku. Tapi sayang keduanya sudah berjuang di Indonesia.
Di kajian
aku belajar kebijaksanaan, kesungguh-sungguhan, persahabatan, kecintaan ulama,
dan…… Sebenarnya aku tidak ingin meninggalkan Nun center secepat ini. Aku hanya
kehilangan guru yang menunututku, kata pepatah " Man akhada ilmin bila syaikhin kana syaikhuhu syaithon". Karena menurutku jika tidak ada guru yang
mengajariku sesuai dengan tujuanku. Aku gampang sekali goyah, aku pasti akan
selalu ngikut, walaupun selamanya aku memang pengikut. Tapi sudah lah…. Aku
putuskan untuk mundur. Mungkin in yang terbaik….
Terakhir, "Karena kebodohanku, semua orang pintar di sekelilingku menjadikanku pintar." Terimakasih untuk mereka... =D
Terakhir, "Karena kebodohanku, semua orang pintar di sekelilingku menjadikanku pintar." Terimakasih untuk mereka... =D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar