Rabu, 06 November 2013

Wanita Buta Kata (Inspirasi kacau Pare)


Dapatkah alam mengajariku lagi.. gunung tinggi di ngarai masih bisakah mengajarkan perjungan untuk sampai puncak?, atau aku memang tidak pantas ada di sana?...

Biasanya jika liburan weekend kurus English tiba, selepas subuh kami sudah bersiap lari menghirup  kota Pare. Tapi hari ini berbeda, tiba-tiba ia menarik lenganku masuk pada sebuah angkot biru. Aku hanya diam membiarkan kendaraan umum itu membawa pagiku.

Sejam berlalu, kami sampai di puncak gunung Kelud.  Kami duduk selonjoran, kemudian ia mendongak sambil menunjuk-nunjukan jarinya. Lihatlah!.. kabut pagi begitu lebat sampai-sampai susah membedakan mana kabut mana embun. Gunung yang sekarang bersama kita juga kokoh tak pernah tergoyahkan oleh asap, kabut, embun, hujan, atau sedikit gempa. Burung-burung juga bercuit di angkasa bebas. Pohon-pohon hijau juga masih berjejer rapi menantikan tumbuh menjulang rata. Pagi itu, ia mengajariku bermidatasi dengan alam. Beradaptasi pada gunung. Berbicara dengan burung.

Perjalanan pulang  aku hanya diam dan membiarkan pergelangan otakku dikitari ribuan kata. Hasil kontemplasi ku pagi itu memuntahkan kata. Tiba-tiba aku ingin menulis. Ternyata tanpa sadar, dia juga mengajariku merangkai kata. Karena sebelumnya ,  aku bukanlah pujangga dan tidak bisa bermetafora. Itulah awal aku berkenalan dengan kata. Kini bagiku seakan dunia tersirat ribuan kata yang perlu disingkap tabirnya.
________________
 “Aku ingin berhenti bermimpi jadi wartawan! .” Dia setengah kaget dan berhenti menyeduh wedang jahe buatan ibu pedangang kaki lima di menara Gumul malam itu. Bukankah jadi wartawan dulu impianmu!!... Bukankah kau ingin dikenal lewat tulisan!..  “Entahlah Dim” keluhku,  aku sulit menjelaskannya.. Kala pagi aku selalu bingung dan ambivelansi  kata menjadi breakfestku selalu. Aku kesal.

Bayangkan saja, saat ini aku harus menghafal berlembar rumusan Toefl. Aku tidak boleh salah lagi membedakan antara Transitive dan Intransitive. Ia berbeda dengan fi’il lazim dan muta’addi yang kau kenal. Aku juga tidak boleh ditegur tutor ku lagi, karena  “Is” yang sebenarnya verb aku jadikan subjek. Aku tidak ingin ditegur  teman sebelahku karena kebanyakan melamun. Aku harus fokus mendengarkan listening. Aku harus kilat memahami reading. Percuma, aku tetap saja tak bisa fokus.

"Ah, aku ingin mewujudkan impian orangtuaku untuk masuk Universitas bergaya Internasional itu! Kenapa malah susah menghafalnya, karena yang ku ingat hanya kata, sahabat yang kau kenalkan padaku di puncak Kelud lalu. Ketika ku menghafal, bukan rumusan itu yang ku tangkap.  Tapi kata lain yang  malah hadir di benakku, mengapa tutor itu mengajar dengan teori seperti itu?

Belum lagi, tiap sore setelah kursus aku mengayuh sepeda ke surau bertemu adiikku. Untuk memberi semangat agar dia tetap putus asa mengaji dengan gurunya. Tapi setelah aku mengenal sahabatmu itu, aku bukan bertemu adikku. Tapi malah merenung di depan alat pentungan azan. Dan bertanya lagi pada kata, “Kenapa ia bisa terbuat dari kulit binatang dan menghasilkan bunyi?.

Lama lagi aku pulang dengan rumah yang sudah berantakan acak-acakan. Kakakku angkatku pulang hanya ketika lapar dan ingin uang. Jika keinginan tidak terkabul, dia akan merusak beberapa barang antik rumah. Ah.. Laki-laki memang suka emosi tak jelas. Susah untuk diajak berdiskusi dengan wanita. Memang lelaki selalu  measa paling kuat, tapi banyak yang salah menyikapi kekuatannya.
-------------
Aku berlari riang ke kosan Dimas, untuk mengabarkan bahwa tulisan ku diterima jadi wartawan di Koran Harian Repulika. Hasil tulisanku yang selalu tiap minggu kukirimkan mendapat apresiasi khusus. Tapi harapku pupus. Dimas yang setahun belajar bahasa inggris sudah pergi dua hari yang lalu meninggalkan kampung Inggris. Tak ada kabar tentangnya. Kali ini aku mulai yakin, karakter laki-laki itu. Sepertinya semua lelaki begitu. Dia tak pernah menjelaskan mengapa kata yang A dulu bisa berubah menjadi B. Sampai saat ini dia tidak pernah mengatakan alasan-alasan mubham itu sedikitpun. Dia juga tak pernah memberitahukan, mengapa ia mengajariku menulis dengan metode kuno itu. Yang aku tahu dia pernah menjadi Pimpinan di sebuah majalah tak begitu terkenal.Kursusku juga luntang-lantung tak terarah, karena aku suka 'ngeyel' dan membantah orang tua memaksakan keinginan ku sebagai penulis. Semua impianku pupus...

Aku ingin membutakan mataku, agar kata tidak lagi suka bertengger di pergelangan otakku. Agar aku tak dapat lagi melihat alam, raut populitas manusia, globalisasi dunia. Aku hanya diam. Biarkan aku mengubur di tanah kering di belakang rumah bertaman ubur. Biarkan alam memilihkan pilihan kehidupan untukku. Karena aku hanya wanita lemah yang telah dibutakan kata, yang ingin dipilihkan bukan ingin memilih.  Aku hanya berharap menjadi tebing di tepian laut. Jika ada goncangan, air laut masih bisa menerimaku menjadi sahabatnya. Walau mungkin esok dan nanti, entah aku masih di bawah, atau.... Hanya aku dan Tuhan yang tau.

Tangismu tak kan Pernah Terdengar


Tidak ada yang istimewa dari pentas seni tadi malam. Tari tradisional arabnya juga tidak mengundang gelak tawa. Shalawatan pembuka juga tak jauh beda dari tahun lalu. Yang mengesankan bagiku hanya kotakan dan sambal (Smart bereng lenong), mungkin karena lapar menggerogoti perutku. Semua penilaian tentang acara itu, tak lain karena kau dari tadi hanya diam tak bersuara. Seakan pikiran dan tubuhmu tertawan suasana.


Kemudian aku beranjak sebentar untuk melihat panggung lebih dekat. Melihat pertunjukan dari jelas. Benarkah semua itu membosankan?. Hmm... tidak juga, aku menerka. Kembali ku berbalik arah dan bersua dengan teman lama. Cipika-cipiku bareng beberapa jam dengan mengenang indah masa lampau. Ups.. aku lupa bahwa kau tertinggal di belakang panggung. Kau sendirian menonton pentas seni itu dengan layar tancap, bersama penonton yang tidak kebagaian kursi. Sebab keramaian tidak mungkin untuk menampung beribu penonton.

Teringat kau, aku bergegas kembali. Saat kembali, tetap masih diam. Kau tak mengeluarkan sepatah katapun, setidaknya mengomentari pagelaran yang dirasa membosankan itu. Aku curiga ketika kau menatap nanar matamu pada pemain itu. Lalu butiran air menggenang di pelupuk matamu. Entahlah, mungkin kau sudah mulai terbawa haru drama. Terharu karena syekh dalam drama itu meninggal. Aku mengira.

Pagi-pagi kau telah bertengger di depan bangku biru. Menungguku membawa bungkusan nasi goreng untuk makan pagi kita. Dipertengahan, kau  menggurutu  dan mulai muak dengan waktu. Kau mulai ketakutan. Aku sedikit terkekeh, karena kau juga menyita jatah makan ku. Ya kau pasti selalu kekurangan ketika makan. Tapi biarlah asal kau senang.

Malah bukan senang, tangismu berderai lagi. Aku  mulai geram. Kata-kata mulai keluar berjejer dari mulutku. "Sudahlah isakmu tak akan pernah habis. Jeritmu tak akan pernah terdengar. Sesalmu tak berguna. Karena kau hanya diam, membiarkan waktu membunuh mimpi dan citamu.

Ya mungkin kau lebih dulu tau. Bahwa kapal yang kuat itu, akan terus diterpa angin kencang  yang datang dari arah berlawanan. Pasak itu, harus kau tancapkan lebih dalam agar tendamu berdiri kokoh. Bukankah itu dulu petuahmu ketika ku putus asa?

"Sudahlah tak usahlah kau pikirkan kicau beo. Anggaplah itu hanya debu yang berterbangan kemudian digerus hujan. Jadilah seperti unta yang tak pernah mengeluh karena haus di tengah padang pasir panas."

Aku bermimpi hadir di yudisium kelulusanmu nanti. Hari dimana sejarah mencatat bahwa kau dan hujan pernah menangis. Kau dan sampah plastik pernah terbuang. Dan hari itu juga, air hujanmu kembali menguap ke angkasa raya. Sampahmu sudah didaur ulang dan bermanfa’at untuk manusia.

Kau tau mengapa ku begitu yakin dengan ketabahan hatimu? Karena kita tak jauh beda.

Semangatilah hari mu dengan zikir dan usaha. Karena ikhlas membuat keduanya menjadi do’a.

Never give up semoga kita dapat bertemu kembali. Kemudian  kau dan aku sama2 tertawa. :)

Minggu, 15 September 2013

Mengkaji Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (Part 1)

Minang adalah suatu budaya yang terlahir dari daerah Sumatera Barat atau lebih jelasnya bernama Minangkabau. Awalnya, Minangkabau telah tumbuh dan berkembang di bawah pengaruh animisme, dinamisme, Hindu dan Budha. Kemudian datanglah ajaran Islam yang dibawa perantau dari luar daerah Sumatera Barat semisal, Buya Hamka, Khatib al-Minangkabau dan tokoh-tokoh Islam lainnya.

Buya Hamka, yang merumuskan sintesis ini telah banyak menghasilkan kepercayaan beragama dalam masyarakat minang. Dan ketika itu juga adat yang berkembang juga sangat kuat. Adat yang merupakan sistem nilai, dasar dari penilaian etis, hukum dan sosial. Adat kemudian mewujudkan pola perilaku ideal. Dari sinilah, Buya Hamka melahirkan pepatah “Adat Basandi Syarak, syarak basandi Kitabullah." Syarak mangato adat mamakai.”

Rumusan sintesis ini sudah lama dipertanyakan, “Apakah benar adat itu basandi syarak?,” tetapi kenapa masih banyak penyelewengan, hak waris, dan Matrealisme?.

Dalam hal ini Buya Hamka telah membantah dalam bukunya yang berjudul “ Adat dan Islam” yang pernah diterbitkan secara bersambung di majalah Panji Masyarakat. (Sampai saat ini, saya juga belum pernah melihatnya. Semoga bisa bersua dengan  buku tersebut)

Sedikit berbicara soal ini, saya sempat ngobrol santai dengan paman yang kebetulan merupakan seorang Pemimpin, Datuak dan juga Ulama. Beliau menjelaskan, untuk menghadapi hal ini kita harus memakai sistem musyawarah, karena suatu masalah tidak akan selesai jika tidak dengan musyawarah. Yaitu dengan menghadirkan ulama, pemimpin, dan datuak (sebagai pemimpin adat).  Ini terkait masalah hak waris yang harus menyamakan persepsi antara ketiganya.

Tentang pelamaran perempuan dalam  minang, mari kembali berkaca pada peminangan Siti Khadijah pada Rasulullah SAW.  Jadi, masih ada yang memakai dalil yang membolehkan pelamaran wanita atas lelaki. Tetapi saya sendiri juga masih belum menerima statemen ini, harus ada dalil yang lebih kuat lagi, karena saya sih maunya dipinang bukan meminang. J

Menurut beliau juga, bahwa adat minang sudah banyak berlandaskan syari’at, hanya saja yang paling keliatan menyimpang adalah hak waris dan matrealismenya.  Juga orang minang sejauh manapun merantau, jika ia memiliki rasa yang tinggi terhadap kampung halamannya, itulah yang disebut dengan orang minang sejati.

Mungkin segitu dulu yang saya tangkap hasil obrolan semata, semoga nanti dapat menemukan yang lebih rajih dari buku. J


Anda Membeli, Anda beramal



Slogan ini biasa tertempel di koperasi pelajar, di pondok dulu. Awalnya saya hanya memercayainya tanpa paham arti dari maksud kata tersebut. Jika kita membeli otomatis kita beramal, itu saja. Saya hanya menerka, bisa jadi juga terkait alasan kenapa Rasulullah SAW menyenangi perniagan/perdagangan sebagai penghasilan harian.
   
Frase ini baru terasa maknanya ketika saya berbelanja di sebuah toko, pasar, atau swalayan. Awalnya kita memang harus memilah dan memilih barang yang  diperlukan dan yang sesuai dengan kapasitas uang saku. Tetapi mungkin kita agak menyesal ketika barang yang telah kita beli itu  ditemukan lebih murah di toko lain. Kita kesal, mengapa bisa seceroboh itu.Tapi ingatlah, anda membeli anda beramal. Uang yang kita tukar dengan barang yang kita beli itu adalah amalan kita, tak perlulah kita menyesal dan mengungkitnya kembali, toh sudah berubah menjadi amalan, mari ikhlaskan. J
# Sedikit nasehat untuk jiwa yang suka hitung-hitungan. J

Selasa, 27 Agustus 2013

PROFIL

Nama lengkap :
Nisak Ul Mujahidah
Nama panggilan : Nisa, Cha-ul, Cing-au, Cangki, Cha-cha.
Tempat tanggal lahir : Padang, 16 Februari 1993
Pendidikan : Fak.Usuluddin, Jurusan Tafsir
Alamat Indonesia : Jalan Pepaya 5 no.141 Perumnas Belimbing kuranji Padang Sumatera-Barat
No Hp  : 01144938061
Emil : nisaul.mujahidah@yahoo.com
Cita-cita : Menjadi anak yang dibanggakan, dan Istri yang dirindukan
Hobi : Merenung
Motto : Menapaki bumi, Menggapai langit, Meraih ridha Ilahi
Idola : Sayyidah Khadijah RA., Sayyidah Aisyah RA., Maryam binti Imran, Ratu Balqis, Rabi'ah al-Adawiyah, Rahmah el-Yunusiah

Keluarga 
Ayah : Yuzardi Ma'ad (Dosen UMSB)
Ibu : Adriyosa Adnan (ketua RT)
Kakak: Rijal Al Mujahidin (UNAND Antropologi),
Adik : Imam Al Mujahidin (5 KMI) dan Hisnu Al-Mujahidin (4 KMI)

Jenjang Pendidikan
TK Qurrata a'yun kuranji Padang (1997-1998)
SDN 48 Kuranji Padang (1998-2004)
KMI Gontor Putri 1 (2004-2010)
ISID Gontor (2010-2011)
Al-Azhar University (2011- sampai sekarang)

Selasa, 06 Agustus 2013

Semoga kau berillmu

Ilmu itu amanah
Ilmu itu musibah
Pembawa berkah
Penyeret neraka merah

Ilmu itu suci
Tak tertetes pada hati yang mati
Tak tertuang pada pendengki
Maksiat, jauh dari Ilahi

Cinta itu anugrah
Bak mekar yang merekah
Sadar, kau masih menadah
Citamu kejarlah

Al-Qur'an jadikan penyinar kalbu
Sunnah Nabi sebagai pemadu
Gurumu jadi pemandu
Akhlakmu bukti ilmu

Terus renggut cahaya ilmu..
Semoga kau berilmu..
Agar hidup lebih bermutu
Ya, semoga..

Jangan Biarkan Setan Tertawa

Bila Tahajudmu dapat, subuhmu telat
Ramadhan pergi, zakatmu terlewat
Ingat, setan tertawa..

Menangguh amalan biasa sudah
Ah, besok hari masih indah
Malah kalang kabut pada amanah
Ingat, setan tertawa..

Nikmat Allah telah kau kecup
Harta dan tahta kau sanggup
Namun riyamu mulai menyusup
Ingat, setan tertawa..

Shalat ayam, kemelut malam
Baca al-Qur'an petir kelam
Ruhmu terbang tanpa jasad, suram..
Ingat, setan tertawa

Kekayaan saudaramu di puncak gunung
Ilmunya menyelam di samudra
Cantiknya mentari tak terkira
Lalu, dengkimu mulai membahana
Ingat, setan tertawa

Ah, bukankah tipu muslihat setan lemah?
Terus, mengapa biarkan hati bernanah?
Tenang pada Tuhan-Mu, pulanglah..
Ampunkan diri yang pongah

Ramadhan akan berlalu..
Amalan, tak berhulu
Sucikan butir hitam pada ulu
Biar esok menjadi bayi yang lugu..

Jumat, 05 Juli 2013

Malam


Kini waktu tak  bersahabat lagi dengan komitmen.
Menyirnakan seluruh konspirasi kompeten.
Membengkokan kata yang teruntai curam..
Inspirasi redam..
Padam…
Garis itu kini berkilat pupus.
Memotong sendi-sendi ringkih ini dengan pedang lurus.

Lampau galau kemarau…
Gurun dicemiti usikan kalbu..
Memberi harapan palsu..
Masih adakah harapan itu…
Pilu….

Kenapa tak tanyakan burung berkicau pantau..
Mungkin pagi bergemuruh rindu..
Citaku tersenyum lagi..
Menjulurkan angan-angan ditemani keinginan..
Badai berteriak lagi mengutus seonggok harapan..

Bermimpi lagi wahai bumi..
Meniti jalan di tepian merintis..
Jangan kau pukul lagi harapan itu..
Bangkit… selami dasar lautan..
Kejar … tiraikan bendera perjuangan..
Optimis, berserah, turuti apa kata Tuhan…

Mengurai Benang Kusut



Masuklah kamu ke Mesir, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Penggalan surat al-Baqarah ayat 61 di atas ditujukan pada kaum nabi Musa, ketika hendak memasuki Mesir. Namun sepertinya, eksistensi kalam ilahi tersebut masih relevan hingga kini. Ayat tersebut juga ditujukan, bagi siapa yang memasuki negeri peradaban Islam ini. Termasuk kita para Masisir. Mahasiswa yang merantau meninggalkan tanah air Indonesia, demi mengenyam pendidikan di Universitas Islam ternama di dunia. Mahasiswa perantau ini, dapat berprofesi apa saja yang diinginkan di Mesir. Entah itu akademisi, organisatoris, pebisnis, pada setiap ranah pergerakan yang dikelola Mahasiswa Indonesia Mesir.
Teringat beberapa tahun lalu ketika para santri, siswa, bahkan mahasiswa, tengah berjibaku untuk mempersiapkan dirinya demi mengikuti tes Departemen Agama. Bersemangat mempersiapkan diri dengan kematangan belajar, hafalan al-Qur’an, melengkapi angket dan data-data persyaratan, serta merelakan untuk bolak-balik keluar kota. Semua itu dikerahkan demi kelulusan masuk Universitas yang diimpikan. Hingga pada akhirnya mimpi itu terwujud. Kemudian setiap jiwa-jiwa yang lulus, mempersiapkan diri mereka menempuh jalan impian selanjutnya. Bahkan ketika awal kedatangan, masih banyak yang tidak percaya bahwa dirinya diberi anugrah seindah ini.  Mereka yang diberi anugurah indah tersebut, bak benang rapi yang siap untuk dirajut. Lalu pertanyaannya, apakah kini benang tersebut sudah mulai dipintal sedikit demi sedikit?, atau malah kusut tertiup arus angin?.
Mungkin hingga detik ini, di antara Masisir sudah banyak yang sudah memintal benangnya, bahkan mungkin hampir menjadi sebuah rajutan yang anggun. Para akademisi di perkuliahan sudah menghafalkan muqoror sebulan sebelum ujian. Pegiat kajian sudah menamati berjubel buku klasik dan kontemporer. Pegiat talaqi sudah banyak meresap ilmu dari masyayikhnya. Pebisnis sudah memiliki keuntungan yang memuaskan. Pegiat organisasi sudah banyak mengecap ragam pengalaman. Olahragawan telah puas berkali-kali memenangkan pertandingan. Semua roda dinamika Masisir, terus berputar tanpa henti. Semuanya saling berketergantungan satu sama lain. Tapi apakah di samping keragaman kegiatan tadi, masih adakah Masisir yang termangu berdiam dalam rumah tanpa ada tujuan?. Wallahu a’lam.
Perlu direnungkan kembali, bahwa untuk mendapatkan gelar Mahasiswa membutuhkan waktu bertahun-tahun. Berbeda dengan zaman nenek moyang kita terdahulu, lulus Sekolah Dasar sudah menjadi kebanggaan. Namun kini gelar Mahasiswa tersebut disalah-artikan, seakan identitas tersebut hanya pemeriah data atau kartu keanggotaan  saja. Apalagi Masisir yang sistem perkulihannya berbeda jauh dengan Mahasiswa Indonesia. Semua atas dasar kesadaran diri. Kesadaran memenej antara waktu untuk kegiatan, kebutuhan, dan waktu konsentrasi pada idealisme pribadi. Siapa yang memanfa’atkan setiap detik waktunya, itulah mereka yang beruntung.
Di samping mereka yang beruntung, mungkin ada yang sempat kehilangan identitas sebagai Mahasiswa al-Azhar Mesir. Tapi banyak juga yang sadar ketika akan pulang. Sebagai manusia yang bertitel Mahasiswa, mestinya dapat melaksanakan kewajibannya, yaitu berdedikasi menuntut ilmu setinggi-tingginya. Maka ketika belajar empat tahun di Mesir, sudah cukup untuk berkiprah di masyarakat. Setelah itu, tidak ada lagi Mahasiswa yang alergi pulang, karena kurangnya persiapan keilmuan.
Dinamika yang sudah merambah pada jiwa Masisir, sebaiknya tidak terlepas dari kebutuhan primer Masisir sebagai Mahasiswa. Sebut saja Wihdah tahun ini, yang memiliki slogan “Let’s be excellent muslimah scholar”. Seakan ketua Wihdah baru, ingin membentuk perempuan Masisir yang multitalenta. Perempuan yang bisa memadukan antara kegiatan akademis dan ekstrakulikuler. Begitu juga dengan ketua KPMJB periode lama, yang menjadikan organisasi sebagai ladang pembelajaran, terbukti ia selalu mendukung kegiatan keilmuan yang diadakan kekeluargaan atau di luar kekeluargaan. Sehingga adanya organiasasi, seakan menjadi faktor penunjung Masisir menggapai keberhasilannya, bukan hanya sebagai having fun, tanpa adanya kegiatan yang membuahkan manfa’at.
Tak dapat dipungkiri, bahwa semua orang membutuhkan refreshing. Melakukan kegiatan-kegiatan penyegar ritme kehidupan. Tapi jika semua sudah sangat berlebihan dan melenakan, bagaimana menapak tilasi alur impian?. Setelah itu datang penyesalan. Sarana dan prasana dinamika disalah-gunakan. Akhirnya, benang yang rapi pada awalnya, mulai kusut tertiup arus kesibukan having fun. Nafsu dipertuhankan.
Tidak ada kata terlambat, benang kusut masih sempat untuk dibenahi, diuraikan, lalu dirajut kembali. Anggaplah semua kehidupan itu pembelajaran. Di mana dan kapan pun pergerakan yang kita lakoni, haruslah dijadikan wadah pembelajaran. Baik itu perkuliahan, kajian, kesenian, olahraga, perdagangan dan lain sebagainya. Kesibukan itu semua, janganlah sampai memudarkan karakteristik kita sebagai Azharian. Setidaknya mengenali ulama-ulama al-Azhar, mufti, bahkan dosen yang mengajar di kursi perkuliahan. Karena di Indonesia sana, Masisir sangat diharapkan untuk merubah peradaban Indonesia. Peradaban yang kini kian kacau. Baik di segi politik, sosial, budaya, serta pengajaran. Apalagi kini masyarakat Indonesia -menurut pengakuan alumni-alumni al-Azhar di Indonesia- sudah banyak berkiblat dan mengambil manfa’at dari cendikiawan alumni Barat. Sedang alumni Timur Tengah mulai termajinalkan. Apakah sebab semua itu?
Beberapa hari yang lalu, Ustadz Ahmad Sarwat, seorang pakar Fiqih di Indonesia, membuat sebuah note pada jejaringan status facebooknya. Note yang berjudul “Pergi Balok Pulang Balok” tersebut, berisikan tentang sindiran bagi pelajar Timur Tengah. Sindiran halus agar Mahasiswa bersamangat menggali ilmu lebih dalam lagi. Ibarat balok polos, yang akan diolah menjadi kursi, meja, sofa dan perabotan yang bermanfa’at lainnya. Analogi tersebut, mengindikasikan bahwa cendikiawan muslim Indonesia membutuhkan alumni Timur Tengah untuk bersinergi bersama, membangun kembali dekadensi nilai-nilai agama di Indonesia.
Dengan sedikit celoteh di atas, penulis berharap agar Masisir mengurai kembali benang kusutnya, menyadari kembali tujuan hidupnya, selagi benang tersebut masih dapat dibenahi. Lalu berusaha untuk terus tekun dengan rajutan tersebut, hingga dapat membentuk rajutan indah yang diinginkan. Bagi yang sudah mulai merajut sedikit demi sedikit, agar tetap fokus pada rajutannya, dan tidak mudah bepaling dari prioritas awal.
Dengan ini, besar harapan, agar semua dinamika Masisir memiliki komposisi kegiatan yang bermanfa’at demi anggotanya. Juga mempunyai kebijakan-kebijkan  dalam mengharmonisasikan antara kegiatan akademis dan non akademis. Agar nantinya terwujud integritas pelajar yang intelek. Intelektual berkarakter Azhari. Melaju mempersiapkan diri untuk bangsa yang dirindukan.



PENYESALAN



Bisa dihitung empat kali aku tersesat di Mesir ini, bisa jadi lebih. Entahlah, mungkin karena aku sering berjalan sendiri dan aku tak suka menghafal jalan. Aku lebih suka manatap tulisan di buku atau memikirkan hal-hal yang perlu dipikirkan, ketimbang melihat jalanan Kairo yang tak ada indahnya. Ataupun faktor-faktor lain membuatku lupa jalan. 

Tersesat pertama kali ketika selesai shalat tarawih di masjid Rabi’ah al-Adawiyah. Mungkin karena ngantuk berat, aku langsung loncat ke tremco tujuan ‘Asyir. Tapi bukan “Hay ‘asyir”. Tanpa sadar, aku mulai linglung saat mobil melaju. Aku mendongak ke jalanan yang tak ku kenal. Hmm.. sepertinya ini jalan pintas, hiburku. Tak lama kemudian, mengapa tidak sampai pada arah yang ku kenal?, padahal mobil sudah berjalan sekitar dua jam. Ah.. mungkin karena aku tak hafal jalan, aku tak cemas. Wah.. ternyata benar, aku tersesat. Aku diturunkan di terminal yang sumpek, polusi, dan bising. Beruntungnya aku dipertemukan dengan sopir yang baik dan tak berulah. Ia bersedia menunjukan arah tremco ke “Hay sabi” lalu menyambung ke “Hay ‘asyir”. Alhamdulillah sampai asrama. :)

Selanjutnya, ketika hendak pergi ke Saraq. Ya, cuci mata gitu. Jujur, aku tak pernah ke Saraq sebelumnya. Ketika pulang, tidak tau kenapa, aku menaiki bus yang arahnya berlawanan dari arah tujuanku pulang. Sampai di depan kulliyah banat, aku baru sadar. Lagi-lagi tak ada rasa galau di hati. Aku tetap tenang.

Mungkin di kalangan Masisir, hanya aku yang tersesat menuju kantor PPMI. Ini karena aku menaiki mobil hijau yang suka memotong jalan. Akhirnya aku terseret dan diturunkan di tempat elite yang tak ku kenal. Tempat itu sepi, hanya jejeran polisi berjaga di pos. Aku sempat bertanya, tapi hasilnya nihil, aku tak paham omongannya. Mujurnya aku bertemu Taxi dan sampai di kantor PPMI. Aku juga tidak sedih, apalagi nangis.

Pernah juga ketika pertama kali ke Muqatam. Aku tersesat di daerah asing. Tidak ada tremco atau bus yang bersedia membawaku ke tempat yang aku tuju. Setelah menunggu lama, akhirnya bertemu jua dengan bus hijau tujuan Muqatam. Lagi-lagi aku tak mengeluh apalagi menyesal.

Point singkat:
1. Jangan mengabaikan setiap kesalahan walau kecil. Baik kesalahan berinteraksi dengan makhluk atau kesalahan individu. Jika merasa bersalah, tetap control diri dan tidak emosi. Pelajarai kesalahan, lalu lanjutkan meniti kebaikan.
2. Penyesalan itu tidak cukup sekali, harus berkali-kali. Lalu bertekad untuk tidak mengulangi.
3. Jika nanti bertemu saya tersesat di jalan, tolong tunjuki saya arah pulang. ;)

Kamis, 04 Juli 2013

Nikmat yang tak akan Habis

Pantai Matruh, 24 Juni 2013, 11:02 am

“Berdiri beberapa jengkal saja, tak di basahi air”, bisik Nela sambil menatap dari kejauhan laut.
Akhhh… “Apa ini!!” jeritku kesakitan. Dua kelajengking sudah merayap menggelikan di atas kaki ku.
“Huh… dasar kalajengking tidak berprikemanusiaan”.. (ya iyalah wong dia hewan jeeell). Aku menyerungut.
Awalnya aku tak ingin melepaskan sepatu, tapi lumpur licin itu menggodaku. “Mau pilih mana? Pakai sepatumu atau tergelincir karena ku?”. Ya jelaslah aku tak ingin tergelincir.
“Hei!! Lihat itu.. Cleopatra mandi dan membersihkan diri di bawah batuan besar, apa itukah yang dinamakan Hamam Cleopatra?”, semburat wajah riang Joha, lantas berlarian di tengah gemersik ombak. Lagi-lagi ombak  menampar, menggoyahkan badanku hampir gentar. Ah.. nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan??. Angin berbisik.
Matruh, warna airnya biru bening sampai ke dasar. Jika dilihat dari kejauhan, makin ketengah warna laut menjadi biru muda pekat. Kerikil dan pasir lembut , bak gula yang disirami air panas. Teringat bila hendak membuat teh di asrama. Semua itu simbolis keindahan pantai Matruh. Mengalahkan semua pantai yang pernah ku kunjungi. Kolam berenang yang ada di hotel seribu bintangpun, kalah saing.

                                          
   
Siang itu, kami tiba di Matruh setelah macet beberapa jam karena menunggu antrean bensin. Rombongan kami berjumlah 32 orang yaitu gabungan antara dua kewarganegaraan, Malaysia dan anggota Meyzer dari Indonesia. Meyzer angkatan Mahasiswa tahun kedatangan 2011 di Mesir.
Selepas Matruh, mobil melaju menuju Siwa. Sebelum sampai di Siwa, kami singgah di pantai salju bila dilihat dari kejauhan. Eits.. tapi jangan salah itu bukanlah salju sepenglihatan kita. Itu adalah pantai garam. Konon katanya, jika musim panas begini, garam membeku di atas permukaan pantai. Eh, ternyata  belum semuanya  kering, banyak ranjau. Membuat sepatu berkubang garam. Lantas badan yang terkena garampun perih rasanya, apalagi dalam keadaan terluka.
“Huh.. lihat! Di tengah pantai garam ini, masih ada yang menyempatkan diri untuk shalat di atasnya.”  Desis Nela, haru.  Setelah puas berfoto ria kami melanjutkan perjalanan ke Siwa.

Siwa,  24 Juni 2013, 03.40 am
Siwa merupakan daerah tentram di antara daerah-daerah yang ada di Mesir. Masyarakatnya ramah dan berpakaian putih bersih. Tak jarang kelihatan perempuan berkeliaran. Kabarnya, terdapat 12 kabilah di Siwa. Setiap tahunnya, mereka mengadakan pesta. Biasanya mereka sebut ‘Aid Siyahah’. Dalam upacara ini, terdapat pemimpin pada setiap kabilah. Di sini juga semua permasalahan pribadi maupun masyarakat dikeluhkan kepada pemimpin setiap kabilah, untuk diberi jalan keluarnya.
Pohon kurma bertebaran di Siwa, begitupun pohon Zaitun. Batang pohon zaitun digunakan untuk dijadikan arang. Terasa setiap potongan daging yang disate, berbeda dengan sate biasanya. Kata si penjual, pohon itu banyak terdapat karbohidrat dan bermanfa’at bagi kesehatan. Di sini tidak dialiri oleh sungai nil. Di mana-mana terdapat mata air. Hingga ikan juga hidup tentram di belahan mata air yang ada. Mata air ini disebut ‘Uyun Cleopatra’.

Siwa, 25 Juni 2013, 10.00. am

Pagi-pagi kami sudah diteriaki oleh sang Ketua untuk bergegas makan dan menuju bus. Di perjalanan nampak pohon kurma dan zaitun yang banyak lagi rindang. Kami menelurusi jalan setapak Jazirah Vatnas.
“Argh.. “!! Akbar meloncat kegirangan setelah melihat sumur di tengah hutan unik itu. Melepas atribut badan, dan menyelam di permukaan. Di antara rombongan kami, hanya dia yang berani menyelami sumur itu. Memang sumur itu tidaklah dangkal. Harus orang yang mempunyai keahlian berenang yang di jamin selamat.
Pertengahan perjalanan, kami diceritakan tentang ‘Ainu Urusah”. Kabarnya, mata air ini membuat yang berenang di dalamnya akan merasakan ketentraman berumah tangga. Ya, bagi yang belum menikah, agar lekas menemukan jodohnya. Namun sayang seribu sayang, waktu tidak bisa berkompromi. Akhirnya kita hanya bisa melihat dari kejauhan, mereka yang riang berenang.

Dhuhur usai, kita beralih pada kenikmatan selanjutnya, yaitu Jet Coster. Aku mendapat mobil pertama, berkilap. Sepertinya  mobil terbaru yang baru saja dipasarkan. Mobil melaju menuju padang pasir. Mari kita bayangkan Film liga emas, yang bermain dengan musuhnya di padang pasir yang tandus. Atau film The Message, yang bercerita tentang perjuangan Rasulullah SAW dalam peperangannya. Sungguh menakjubkan kawan. Serasa aku tak ingin lagi menaiki Jet Coster yang ada di ancol Jakarta untuk selanjutnya. Aku puas.
“AAAaaaaa”… Lagi-lagi teriakan histeris teman-teman yang terdengar. Mobil mendaki lalu menanjak turun terhempaskan. Sungguh nikmat Tuhan yang indah. Di tengah padang pasir, masih terdapat mata air. Di pelajaran Geografi KMI, dinamakan Oase. Air segar membuat ikan-ikan betah hidup di sana.
Melihat sunsite di tengah padang pasir, sungguh roman yang indah. Di tambah lagi seduhan teh niknak alami buatan sopir. Berikutnya, kami bermain pasir dengan lajuan ski. Sebagai perempuan kami tak sanggup memainkannya sambil berdiri, haruslah duduk dan butuh didorong terlebih dahulu.
Habis berlumuran debu pasir, malamnya kami bertengger di benteng Swiss, membicarakan permasalahan angkatan. Esoknya kami persiapan pulang. Terakhir, kami berenang di pantar Romel. Tiba di Kairo jam dua lebih setengah. Sebenarnya masih banyak lagi keindahan yang ingin dituliskan. Tapi mungkin tak cukup untuk dituangkan di sini. Ah… nikmat yang tak akan habis.





Rabu, 19 Juni 2013

Aku Rindu

Zat yang tak dapat dilihat, dapat dirasa..
Rasulku..
Walau puisiku tak seindah Bhusiri
Tak sedalam syair Jahili..
Aku hanyalah sinonim kata basi, tanpa arti..
Hanya pujangga amatir, pelipur tirani..
Mirisku, pada hegemoni duniawi..

Nabiku..
Apakah sudah saatnya kita menjemput hari itu?
Hari akhir zaman yang Allah janjikan..
Zaman yang semakin rawan, identik perpecahan..
Hingga titahmu tak lagi menawan..
Meluluhkan makna Al-Qur’an pedoman..
Dijadikan anekdot lama sebagai hiasan..
Padahal kau dulunya pengusung persatuan??

Perpecahan itu memekakan telingaku, membutakan mata…
Lebih parah dari bantingan ribuan kaca, kabut busa..
Kemana acuan Ulama pewaris Anbiya’?
Ah…Ternyata Ulama kami ditebas oleh saudara..
Kemana lagi kan kucari lentera?
Jika kebenaran dan keburukan diputar-balikan, bak kocokan dadu tak berangka, semua rata, tak ada beda…
Hanya mendedah luka..

Kemana lagi ku dapati cahaya?
Jika darah para Syuhada itu, sebatas permainan belaka..
Yang terdengar hanya kicauan tawon tak berpelita..
Sia-sia..

Sementara manusia jumawa itu, merayap merobekan identitas..
Manaik-turunkan frekuensi iman, hampir meretas..
Hingga kesadaran diri, nyaris terkupas..
Konspirasi mereka mejalar dalam eritrosit sepintas…
mungkinkah??

Ya Mustafa..
Tanpa mu dulu… mungkin kini kami tak memiliki jati diri..
Kini kami kehilangan tokoh emansipasi…
Apa mungkin kami yang tuli..
Kami kehilangan acuan bersimpati..

Kami kehilangan Siti Khadijah dengan segala kebijaksanaannya..
Kami Kehilangan Siti Aisyah dengan segala kecerdasaannya..
Kami kehilangan Fatimah dengan segala keiffahannya..
Kami kehilangan Bilqis dengan segala kebijaksanaannya..
Kami kehilangan Ibu Musa dengan segala ketabahannya..

Mereka memilki perasaan mulia..
bukan seperti kami menyalah artikan rasa..
Lalu dibutakan dengan fatomargana dunia..

Kemana lagi kami harus bersandar?
Melanggar syariat mu sudah menjadi hal wajar?
Apa mungkin kami kurang belajar?
Aku rindu qudwah itu..

Tuhanku segala makhluk..
Kami hanyalah manusia pembuat makar
Kecupan nafsu menipu kami tanpa sadar
Mungkin saat ini kami mendengar..
Namun esok kembali pada pesta bingar..
Kami takut kedengkian mengakar..

Sesuatu yang baik bagi-Mu, belum tentu baik bagiku..
Sesuatu yang buruk bagi-Mu, belum tentu buruk bagiku..
Maka tunjukan kami jalan-jalan kebaikan-Mu..
Semoga kami masih dapat mengumpulkan lentera yang berceceran, dalam kelamnya dunia malam..
Amiin..

Kamis, 09 Mei 2013

MENGENAL SIFAT MANUSIA



Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang paling mulia. Makhluk mulia yang menyanggupi untuk menjadi khalifah di bumi, setelah makhluk lainnya tidak dapat memikul beban berat itu. Makhluk mulia yang dihormati penciptaannya oleh para malaikat dan jin. Pada awal penciptaannya, manusia juga diiajarkan oleh Allah SWT nama-nama benda yang belum pernah diketahui oleh makhluk Allah sebelumnya.
Berbicara tentang manusia,dalam buku Bidayah al-Hidayah, Imam Al-Ghazali membagi manusia menjadi tiga tingkatan. Pertama, manusia mulia yang sederajat dengan malaikat, yaitu mereka yang selalu berbuat baik  dan hati mereka selalu tentram. Kedua, manusia yang sepadan dengan hewan dan benda mati, yaitu mereka yang sekedar berbuat kebaikan dan juga sekedar berbuat keburukan. Ketiga, manusia yang sepadan dengan kalajengking, ular, dan binatang buas lainnya, yaitu mereka yang tidak akan pernah berbuat kebaikan dan tidak berhenti melakukan keburukan.
Dapat kita lihat dari ketiga tingkatan di atas, bahwasanya sifat ini masih umum. Jika kita komparasikan dan perhatikan dengan berbagai fenomena yang ada di sekitar kita, pada setiap tempat dan waktu, manusia pada hakikatnya memiliki sifat mengeluh dari beribu keadaan. Miskin mengeluh, kaya mengeluh, sakit mengeluh, sehat mengeluh. Galau, risau, gundah, sedih sering kali mengusik kalbunya. Apabila sifat keluh ini terus menumpuk maka pada akhirnya jiwa, hati dan ucapan tidak dapat lagi terkontrol. Akibat keputusasaan akan hidup itu, banyak manusiayang menyalahkan-artikan keburukan tersebut, seakan semuanya sudah takdir yang diberikan Allah SWT padanya. Mereka berkata, “Toh, saya jadi pencuri, korupsi, pembunuh, pezina ini kan sudah takdir Tuhan, ya sudah terima saya apa adanya!”. Na’udzubillah, nastaghfirullah.
Melihat fenomena tersebut, ada baiknya kita memahami konsep af’alul ibad, sebelum prasangka buruk tersebut menggerogoti hati dan pikiran kita.Dalam persoalan ini, Syekh al-Syahid Ramadhan al-Buthi mencoba memberi pencerehan dalam bukunya Al-Insan Musayyar am Mukhayyar? (Human Compelled or Free?). Buku ini membantah keyakinan yang dianut oleh madzhab Qadariyah yang berkeyakinan bahwa manusia bebas berkehendak tanpa batas dantanpa didahului ilmu Allah SWT, dan Jabariyah yang berkeyakinan bahwa perbuatan manusia merupakan paksaan (diciptakan) oleh Allah SWT dan manusia tidak mempunyai kebebasan berkehendak. Syekh al-Buthi juga mengutarakan pendapat Mu’tazilah yang menisbatkan sifat buruk kepada Allah SWT, yang menyamakan antara arti berbuat buruk dan menciptakan sifat buruk.

Insan Mukhayyar
Sebelum kita mengabsahkan bahwa manusia adalah mukhayyar, ada baiknya kita memahami apa itu mukhayyar dan apa itu musayyar (Idhtiroriyah).
Manusia musayyar berarti semua perbuatan manusia yang bukan didasari keinginan mereka.Seperti bersin, gugup, sakit, kelahiran, kematian dan terjatuh tanpa alasan. Ini sama artinya dengan pohon yang digerakan oleh angin, perputaran orbit di angkasa, semuanya telah menjadi ketetapan Ilahi Rabbi.
Yang jadi persoalan di sini adalah, apakah manusia itu MukhayyarMukhayyar berarti manusia memiliki keinginantersendiri yang berbuah tindakan. Seperti keinginan manusia untuk menegakkan shalat, mengerjakan suatu amalan, dan hal lain sebagainya yang dilakukan atas dasar keinginan.
Dari sinilah kebanyakan manusia menganggap semua perbuatannya telah ditetapkan Allah, semua sudah takdir. Mereka belum dapat membedakan mana perbuatan yang musayyar dan mana yang mukhayyar. Manusia dikatakan mukhayyar, ketika Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan suci, kemudian dia diberi akal untuk dapat memilih antara kebaikan dan keburukan.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra, Rasulullah SAW bersabda: “Manusia diciptakan dalam keadaan suci, sedangkan bapaknyalah yang menjadikan iaNasrani, Yahudi, dan Majusi.”Dari hadis ini, dapat kita pahami bahwa Allah sudah menjadikan manusia suci pada awal kelahirannya. Lalu bagaimana jika ia terlahir dari keluarga dan lingkungan kafir?. Di sinilah peran akal dan ilmu menjadi acuan manusia mendapatkan hidayah. Karena Allah memberi hidayah kepada siapa yang Ia Kehendaki. Sering pula kita dengar berapa banyak muallaf yang masuk islam sedang ia berasal dari keluarga kafir,
Allah menciptakan alam beserta isinya, mentakdirkan kelahiran dan kematian, menciptakan kebaikan dan keburukan. Bermaksud agar manusia selalu berfikir dan terus mencari hikmah dari semua penciptaan ini. Dari sini peran manusia untuk memilih antara kebaikan dan keburukan.
Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir. dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (Kebaikan dan keburukan)”. (QS. Al-Balad: 8-10)
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.(QS. Al-Syams: 7-8)
Permisalan ini dapat kita analogikan kepada guru yang menguji muridnya ketika ujian. Sang guru pasti selalu berharap keberhasilan muridnya, dengan selalu berdo’a dan mengerahkan seluruh tenaga untuk mengajarkan ilmu demi keberhasilan muridnya. Namun pilihan di tangan murid. Muridlah yang memilih antara keberhasilan dan kegagalan. Jika ingin berhasil, maka ia pasti akan berusaha dengan gigih. Sebaliknya jika ia malas belajar maka kegagalan pulalah yang akan diperoleh.
Di sini manusia diuji dengan segala sarana-sarana yang diberikan Allah untuk kebaikan hambanya. Karena sejatinya Allah tidak ingin hambanya berada dalam kesesatan. Maka manusia hendaknya bersungguh-sungguh untuk mencapai jalan kebenaran tersebut. Kebenaran yang diyakini oleh hati nurani, dengan akal sebagai alat berfikir, dan ilmu sebagai pembuka kunci kebenaran tersebut.
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembali” (QS. Al-Anbiya’: 35).
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(QS.al-Baqarah:155).
Mengenai hal ini, Mu’tazilah mengibaratkan bahwa siapa yang menciptakan keburukan, maka ia juga memiliki sifat buruk. Ibarat ini dinisbatkan pula pada Tuhan yang Esa.Ini merupakan kebatilan yang tidak dapat diterima akal. Jelas sudah bahwasanya menciptakan keburukan bukan berarti sang pencipta memiliki sifat buruk.
Selain itu Allah SWT juga menciptakan segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia baik eksternal maupun internal. Secara internal, manusia diciptakan dengan organ, darah dan semua patikel-partikel yang terdapat dalam tubuh manusia. Lalu diberi pula energi agar manusia berpotensi untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan dari segi eksternalnya, Allah SWT menciptakan untuk manusia faktor luar yang menjadi penunjang keinginan manusia, seperti pena untuk menulis, piring untuk makan, udara untuk bernafas dan lain sebagainya. Kemudian manusia diberi kenikmatan berkeinginan memilih antara keburukan dan kebaikan, dengan beraksi dan berinteraksi dengan segala yang Allah ciptakan untuknya.
Allah SWT juga menciptakan mata batin untuk manusia. Jika ia selalu memupuk kelakuan buruk, maka mata batin itu akan keruh bahkan saking keruhnya Allah menutup hati itu, hingga sulit untuk dimasuki sinar hidayah-Nya. Mereka sulit untuk mencapai kebenaran. Mengapa dapat terjadi demikian?.Sebabmereka selalu tunduk pada nafsu.“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al-Kahfi 57).
Namun jika manusia selalu berusaha mencari kebenaran itu, maka Allah akan menerangi jalan kebenaran baginya.Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut: 69)
Nafsu diciptakan Allah dalam bentuk keburukan sedangkan hati diciptakan dalam bentuk kesucian.Semua diberikan pilihan kepada manusia, untuk mengikuti keburukan yang diselubungi hawa nafsu atau kebaikan hati yang disinari cahaya Allah. Nafsu juga lebih berbahaya dari pada bisikan syetan. Karena nafsu berada dalam diri manusia, sedang setan hanya sebagai faktor pendorong nafsu.
Dengan adanya kebaikan dan keburukan ini, Allah memerintahkan kepada manusia untuk selalu berlomba dalam kebaikan, “Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. al-Baqarah 148), berlomba mencintai yang Maha Cinta dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.Hingga akhirnya Allah hadiahkan bagi hamba-Nya yang pantas, Apakah itu surga atau neraka, atau bukan keduanya. Hanya Allah yang tahu. Pun jika Allah berkehendak, maka Allah ciptakan manusia semuanya beriman pada-Nya.“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”(QS. Yunus: 99). 
Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Hud: 199)
Katakanlah: "Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; Maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.” (QS. Al-An’am: 139)
Setelah Allah menciptakan segala unsur yang ada pada manusia, serta keinginan manusia sendiri untuk melakukan suatu tindakan. Maka, dari keinginan manusia tersebut muncullah suatu tindakan (kasb). Dalam al-Qur’an, kata kasbdiartikan sebagai tindakan hati.”, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”( QS.Al-Baqarah 225). Jika terdapat ayat al-Qur’an yang menisbatkan kata “Kasb” kepada tangan, seperti dalam surat as-Syura ayat 30 “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu.”Hal ini berarti majaz ‘aqli.Semisal kalimat “Musim semi menyuburkan tanaman”. Dalam kalimat ini yang menyuburkan bukanlah musim semi tapi Allah yang Maha Kuasa. Jadi ayat tersebut merupakan majaz.Jadi pada hakikatnya,kata “kasb”dinisbatkan kepada tindakan hati.
Syekh Buthi juga membedakan antara keinginan (iradah) dan ridha. Sedang Muktazilah menyamakan antara keduanya.Iradah berarti suatu gagasan akal yang membuahkan tindakan baik itu disenangi ataupun tidak. Sedangkan ridha adalah hanya sebatas menggemari sesuatu. Iradah dan ridha ini seperti umum dan khusus. Kadang menginginkan sesuatu tapi tidak meridoinya.Pernah juga meridhoi sesuatu tetapi tidak menginginkannya.Bisa jadi ridha berbarangen dengan keinginan pada suatu.
Perbedaan ini dapat kita lihat kata  “iradah” dalam surat al-Fath ayat 11 dan kata  “ridho” surat az-Zumar ayat 7 di bawah ini :
4ö@è%`yJsùà7Î=ôJtƒNä3s9šÆÏiB«!$#$º«øx©÷bÎ)yŠ#ur&öNä3Î/#ŽŸÑ÷rr&yŠ#ur&öNä3Î/$JèøÿtR4ö@t/tb%x.ª!$#$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?#MŽÎ7yzÇÊÊÈ
(Ÿwur4ÓyÌötƒÍnÏŠ$t7ÏèÏ9tøÿä3ø9$#ÇÐÈ
Jelas sudah dari kedua ayat di atas, bahwasanya Allah berkeinginan untuk menciptakan perbuatan baik dan buruk manusia.Tetapi keridhoan Allah tentunya pada keinginan agar manusia berbuat baik.
Setelah manusia memilki keinginan untuk menta’ati Allah dan bermaksiat, maka keinginan ini juga berada dalam kekuasaan Allah.Dalam artian, jika telah tertanam dalam hati manusia untuk melakukan kebaikan, maka Allah-lah yang berkehendak untuk mentakdirkan kepada manusia baik itu buruk mapun baik. Begitu juga dengan keinginannya berbuat keburukan, semua berada dalam kehendak Allah. Dengan kebebasan manusia untuk memilih ini, maka manusia kadang bermaksiat, kadang ta’at atau kadang ta’at dan maksiat berbarengan.“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. Al-Insan: 30). Ibarat seorang bayi yang dibantu oleh bapaknya ketika ingin mengambil sesuatu. Di sini letak kelemahan manusia yang tak terlepas dari keinginannya untuk memilih.
Setelah kita pahami bahwa manusia mukhayyar atas segala tindakannya, lalu bagaimana takdir yang telah ditetapkan Allah di lauhil mahfudz?,Apakah di antara qadha dan qadar dapat menghapus keinginan (‘azm) yang ada pada manusia?

Qadha dan Qadar
Memang Qadha secara bahasa berarti hukum yang digunakan untuk menghukumi oleh para ahli hukum. Namun secara terminologi, Qadha Allah adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah pada hamba-Nya, tanpa ada sangkut-pautnya pada keinginan dan pilihan setiap insan. Adapun Qadar berarti, kemunculan segala sesuatu perbuatan atas dasar keinginan manusia dan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan di azali.
Oleh sebab itu, Qadha bukanlah segala ketetapan yang diciptakan Allah pada manusia saja, tetapi ilmu Allah dengan apa yang terjadi dan yang akan terjadi. Dan ilmu selalu mengikuti pengetahuan. Dalam artian ilmu Allah tentang segala yang terjadi pada manusia seperti bencana alam, kematian, kelahiran dan segala musibah yang telah diketahui Allah sebelumnya, mengikuti keinginan manusia yang berbuah perbuatan manusia yang diciptakan oleh Allah.Bila dianalogikan, ilmu Allah ini ibarat lentera yang menerangi semua yang berada di depan mata, hanya saja ilmu Allah ini penerang bagi hati, akal dan pikiran setiap jiwa. Namun hati manusialah yang berwewenang untuk memilih.
Qadha dan qadar adalah satu kesatuan yang telah menjadi sunnatullah. Maka sakit, rezki, keberhasilan, kemenangan, semuanya adalah qada Allah dan qadar-Nya, yang diselaraskan dengan do’a dan usaha setiap hamba. Semisal, Allah telah mencatat bahwa fulan nantinya akan sakit jantung. Di samping itu Allah mengetahui bahwa fulan selalu berdo’a agar terjaga dari segala penyakit, bisa jadi Allah memberi dia kesembuhan atau sudah ditetapkan baginya ajal. Oleh sebab itu, tawakal manusia di sini bukanlah tawakal pada qada’, tapi pada takdir yang telah ditetapkan Allah pada manusia.
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar-Ra’d: 39)
Do’a merupakan senjata ampuh sebagai penolak bala, kemudian bertawakal pada takdir setelah usaha dan do’a dikerahkan.Dalam hadist yang diriwayatkan Ahmad dan Nasa’I, Rasulullah SAW.bersabda: Seorang diharamkan bagianya rezki atas maksiat yang dilakukannya, dan takdir dapat berubah dengan do’a, maka tambahlah sisa umur dengan kebaikan”. Arti qada dan qadar dalam hadist ini adalah takdir yang direalisasikan dengan ikhtiyar manusia sendiri.
Dari pemaparan di atas jelas bahwa manusia memiliki ikhtiyar untuk melakukan apa yang dia ingini. Manusia diuji dengan segala yang ada di depannya berupa kebaikan dan keburukan.Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,(QS. al-Hadid 22-23)
Semua menjadi kehendak Allah untuk memberi hidayah kepada siapapun yang Dia kehendaki.Tapi hidayah pasti akan diberi kepada hamba-Nya yang ta’at. Begitu juga dengan kesesatan bagi hamba yang bermaksiat.
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik, “Yaitu orang-orang yang melanggar Perjanjian Allah sesudah Perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. mereka Itulah orang-orang yang rugi.Dan Allah tidak akan membebani bagi hamba-Nya yang berusaha. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. al-Baqarah: 286)
Telah banyak Allah memberi dalil atas Kuasa-Nya. Apalagi Allah SWT menurunkan al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, sudah banyak berbicara tentang kebenaran dan pekerjaan yang diridhoi Allah. Di tambah lagi dengan diangurahkan kepada umat manusia insan mulia, yaitu Baginda Rasulullah SAW. Maka haruslah bagi manusia untuk selalu berjihad mencari kebenaran tersebut. Agar hidayah Allah selalu menuntun kepada kebaikan. Karena kebaikan dan kebenaran akan berujung kepada keburuntungan manusia itu sendiri. “Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.(QS. al-Ankabut: 6). Oleh karena itu marilah kita selalu mengingat Allah agar hati kita dapat teriringi dengan cahaya kebenaran.  Hati, akal dan pikirannya akan selalu tentram. Sebab barang siapa yang mengenal Allah, maka ia akan mengenal dirinya sendiri.Wallahu ta’ala a’la wa a’lam.