Kamis, 09 Mei 2013

MENGENAL SIFAT MANUSIA



Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang paling mulia. Makhluk mulia yang menyanggupi untuk menjadi khalifah di bumi, setelah makhluk lainnya tidak dapat memikul beban berat itu. Makhluk mulia yang dihormati penciptaannya oleh para malaikat dan jin. Pada awal penciptaannya, manusia juga diiajarkan oleh Allah SWT nama-nama benda yang belum pernah diketahui oleh makhluk Allah sebelumnya.
Berbicara tentang manusia,dalam buku Bidayah al-Hidayah, Imam Al-Ghazali membagi manusia menjadi tiga tingkatan. Pertama, manusia mulia yang sederajat dengan malaikat, yaitu mereka yang selalu berbuat baik  dan hati mereka selalu tentram. Kedua, manusia yang sepadan dengan hewan dan benda mati, yaitu mereka yang sekedar berbuat kebaikan dan juga sekedar berbuat keburukan. Ketiga, manusia yang sepadan dengan kalajengking, ular, dan binatang buas lainnya, yaitu mereka yang tidak akan pernah berbuat kebaikan dan tidak berhenti melakukan keburukan.
Dapat kita lihat dari ketiga tingkatan di atas, bahwasanya sifat ini masih umum. Jika kita komparasikan dan perhatikan dengan berbagai fenomena yang ada di sekitar kita, pada setiap tempat dan waktu, manusia pada hakikatnya memiliki sifat mengeluh dari beribu keadaan. Miskin mengeluh, kaya mengeluh, sakit mengeluh, sehat mengeluh. Galau, risau, gundah, sedih sering kali mengusik kalbunya. Apabila sifat keluh ini terus menumpuk maka pada akhirnya jiwa, hati dan ucapan tidak dapat lagi terkontrol. Akibat keputusasaan akan hidup itu, banyak manusiayang menyalahkan-artikan keburukan tersebut, seakan semuanya sudah takdir yang diberikan Allah SWT padanya. Mereka berkata, “Toh, saya jadi pencuri, korupsi, pembunuh, pezina ini kan sudah takdir Tuhan, ya sudah terima saya apa adanya!”. Na’udzubillah, nastaghfirullah.
Melihat fenomena tersebut, ada baiknya kita memahami konsep af’alul ibad, sebelum prasangka buruk tersebut menggerogoti hati dan pikiran kita.Dalam persoalan ini, Syekh al-Syahid Ramadhan al-Buthi mencoba memberi pencerehan dalam bukunya Al-Insan Musayyar am Mukhayyar? (Human Compelled or Free?). Buku ini membantah keyakinan yang dianut oleh madzhab Qadariyah yang berkeyakinan bahwa manusia bebas berkehendak tanpa batas dantanpa didahului ilmu Allah SWT, dan Jabariyah yang berkeyakinan bahwa perbuatan manusia merupakan paksaan (diciptakan) oleh Allah SWT dan manusia tidak mempunyai kebebasan berkehendak. Syekh al-Buthi juga mengutarakan pendapat Mu’tazilah yang menisbatkan sifat buruk kepada Allah SWT, yang menyamakan antara arti berbuat buruk dan menciptakan sifat buruk.

Insan Mukhayyar
Sebelum kita mengabsahkan bahwa manusia adalah mukhayyar, ada baiknya kita memahami apa itu mukhayyar dan apa itu musayyar (Idhtiroriyah).
Manusia musayyar berarti semua perbuatan manusia yang bukan didasari keinginan mereka.Seperti bersin, gugup, sakit, kelahiran, kematian dan terjatuh tanpa alasan. Ini sama artinya dengan pohon yang digerakan oleh angin, perputaran orbit di angkasa, semuanya telah menjadi ketetapan Ilahi Rabbi.
Yang jadi persoalan di sini adalah, apakah manusia itu MukhayyarMukhayyar berarti manusia memiliki keinginantersendiri yang berbuah tindakan. Seperti keinginan manusia untuk menegakkan shalat, mengerjakan suatu amalan, dan hal lain sebagainya yang dilakukan atas dasar keinginan.
Dari sinilah kebanyakan manusia menganggap semua perbuatannya telah ditetapkan Allah, semua sudah takdir. Mereka belum dapat membedakan mana perbuatan yang musayyar dan mana yang mukhayyar. Manusia dikatakan mukhayyar, ketika Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan suci, kemudian dia diberi akal untuk dapat memilih antara kebaikan dan keburukan.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra, Rasulullah SAW bersabda: “Manusia diciptakan dalam keadaan suci, sedangkan bapaknyalah yang menjadikan iaNasrani, Yahudi, dan Majusi.”Dari hadis ini, dapat kita pahami bahwa Allah sudah menjadikan manusia suci pada awal kelahirannya. Lalu bagaimana jika ia terlahir dari keluarga dan lingkungan kafir?. Di sinilah peran akal dan ilmu menjadi acuan manusia mendapatkan hidayah. Karena Allah memberi hidayah kepada siapa yang Ia Kehendaki. Sering pula kita dengar berapa banyak muallaf yang masuk islam sedang ia berasal dari keluarga kafir,
Allah menciptakan alam beserta isinya, mentakdirkan kelahiran dan kematian, menciptakan kebaikan dan keburukan. Bermaksud agar manusia selalu berfikir dan terus mencari hikmah dari semua penciptaan ini. Dari sini peran manusia untuk memilih antara kebaikan dan keburukan.
Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir. dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (Kebaikan dan keburukan)”. (QS. Al-Balad: 8-10)
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.(QS. Al-Syams: 7-8)
Permisalan ini dapat kita analogikan kepada guru yang menguji muridnya ketika ujian. Sang guru pasti selalu berharap keberhasilan muridnya, dengan selalu berdo’a dan mengerahkan seluruh tenaga untuk mengajarkan ilmu demi keberhasilan muridnya. Namun pilihan di tangan murid. Muridlah yang memilih antara keberhasilan dan kegagalan. Jika ingin berhasil, maka ia pasti akan berusaha dengan gigih. Sebaliknya jika ia malas belajar maka kegagalan pulalah yang akan diperoleh.
Di sini manusia diuji dengan segala sarana-sarana yang diberikan Allah untuk kebaikan hambanya. Karena sejatinya Allah tidak ingin hambanya berada dalam kesesatan. Maka manusia hendaknya bersungguh-sungguh untuk mencapai jalan kebenaran tersebut. Kebenaran yang diyakini oleh hati nurani, dengan akal sebagai alat berfikir, dan ilmu sebagai pembuka kunci kebenaran tersebut.
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembali” (QS. Al-Anbiya’: 35).
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(QS.al-Baqarah:155).
Mengenai hal ini, Mu’tazilah mengibaratkan bahwa siapa yang menciptakan keburukan, maka ia juga memiliki sifat buruk. Ibarat ini dinisbatkan pula pada Tuhan yang Esa.Ini merupakan kebatilan yang tidak dapat diterima akal. Jelas sudah bahwasanya menciptakan keburukan bukan berarti sang pencipta memiliki sifat buruk.
Selain itu Allah SWT juga menciptakan segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia baik eksternal maupun internal. Secara internal, manusia diciptakan dengan organ, darah dan semua patikel-partikel yang terdapat dalam tubuh manusia. Lalu diberi pula energi agar manusia berpotensi untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan dari segi eksternalnya, Allah SWT menciptakan untuk manusia faktor luar yang menjadi penunjang keinginan manusia, seperti pena untuk menulis, piring untuk makan, udara untuk bernafas dan lain sebagainya. Kemudian manusia diberi kenikmatan berkeinginan memilih antara keburukan dan kebaikan, dengan beraksi dan berinteraksi dengan segala yang Allah ciptakan untuknya.
Allah SWT juga menciptakan mata batin untuk manusia. Jika ia selalu memupuk kelakuan buruk, maka mata batin itu akan keruh bahkan saking keruhnya Allah menutup hati itu, hingga sulit untuk dimasuki sinar hidayah-Nya. Mereka sulit untuk mencapai kebenaran. Mengapa dapat terjadi demikian?.Sebabmereka selalu tunduk pada nafsu.“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al-Kahfi 57).
Namun jika manusia selalu berusaha mencari kebenaran itu, maka Allah akan menerangi jalan kebenaran baginya.Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut: 69)
Nafsu diciptakan Allah dalam bentuk keburukan sedangkan hati diciptakan dalam bentuk kesucian.Semua diberikan pilihan kepada manusia, untuk mengikuti keburukan yang diselubungi hawa nafsu atau kebaikan hati yang disinari cahaya Allah. Nafsu juga lebih berbahaya dari pada bisikan syetan. Karena nafsu berada dalam diri manusia, sedang setan hanya sebagai faktor pendorong nafsu.
Dengan adanya kebaikan dan keburukan ini, Allah memerintahkan kepada manusia untuk selalu berlomba dalam kebaikan, “Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. al-Baqarah 148), berlomba mencintai yang Maha Cinta dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.Hingga akhirnya Allah hadiahkan bagi hamba-Nya yang pantas, Apakah itu surga atau neraka, atau bukan keduanya. Hanya Allah yang tahu. Pun jika Allah berkehendak, maka Allah ciptakan manusia semuanya beriman pada-Nya.“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”(QS. Yunus: 99). 
Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Hud: 199)
Katakanlah: "Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; Maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.” (QS. Al-An’am: 139)
Setelah Allah menciptakan segala unsur yang ada pada manusia, serta keinginan manusia sendiri untuk melakukan suatu tindakan. Maka, dari keinginan manusia tersebut muncullah suatu tindakan (kasb). Dalam al-Qur’an, kata kasbdiartikan sebagai tindakan hati.”, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”( QS.Al-Baqarah 225). Jika terdapat ayat al-Qur’an yang menisbatkan kata “Kasb” kepada tangan, seperti dalam surat as-Syura ayat 30 “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu.”Hal ini berarti majaz ‘aqli.Semisal kalimat “Musim semi menyuburkan tanaman”. Dalam kalimat ini yang menyuburkan bukanlah musim semi tapi Allah yang Maha Kuasa. Jadi ayat tersebut merupakan majaz.Jadi pada hakikatnya,kata “kasb”dinisbatkan kepada tindakan hati.
Syekh Buthi juga membedakan antara keinginan (iradah) dan ridha. Sedang Muktazilah menyamakan antara keduanya.Iradah berarti suatu gagasan akal yang membuahkan tindakan baik itu disenangi ataupun tidak. Sedangkan ridha adalah hanya sebatas menggemari sesuatu. Iradah dan ridha ini seperti umum dan khusus. Kadang menginginkan sesuatu tapi tidak meridoinya.Pernah juga meridhoi sesuatu tetapi tidak menginginkannya.Bisa jadi ridha berbarangen dengan keinginan pada suatu.
Perbedaan ini dapat kita lihat kata  “iradah” dalam surat al-Fath ayat 11 dan kata  “ridho” surat az-Zumar ayat 7 di bawah ini :
4ö@è%`yJsùà7Î=ôJtƒNä3s9šÆÏiB«!$#$º«øx©÷bÎ)yŠ#ur&öNä3Î/#ŽŸÑ÷rr&yŠ#ur&öNä3Î/$JèøÿtR4ö@t/tb%x.ª!$#$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?#MŽÎ7yzÇÊÊÈ
(Ÿwur4ÓyÌötƒÍnÏŠ$t7ÏèÏ9tøÿä3ø9$#ÇÐÈ
Jelas sudah dari kedua ayat di atas, bahwasanya Allah berkeinginan untuk menciptakan perbuatan baik dan buruk manusia.Tetapi keridhoan Allah tentunya pada keinginan agar manusia berbuat baik.
Setelah manusia memilki keinginan untuk menta’ati Allah dan bermaksiat, maka keinginan ini juga berada dalam kekuasaan Allah.Dalam artian, jika telah tertanam dalam hati manusia untuk melakukan kebaikan, maka Allah-lah yang berkehendak untuk mentakdirkan kepada manusia baik itu buruk mapun baik. Begitu juga dengan keinginannya berbuat keburukan, semua berada dalam kehendak Allah. Dengan kebebasan manusia untuk memilih ini, maka manusia kadang bermaksiat, kadang ta’at atau kadang ta’at dan maksiat berbarengan.“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. Al-Insan: 30). Ibarat seorang bayi yang dibantu oleh bapaknya ketika ingin mengambil sesuatu. Di sini letak kelemahan manusia yang tak terlepas dari keinginannya untuk memilih.
Setelah kita pahami bahwa manusia mukhayyar atas segala tindakannya, lalu bagaimana takdir yang telah ditetapkan Allah di lauhil mahfudz?,Apakah di antara qadha dan qadar dapat menghapus keinginan (‘azm) yang ada pada manusia?

Qadha dan Qadar
Memang Qadha secara bahasa berarti hukum yang digunakan untuk menghukumi oleh para ahli hukum. Namun secara terminologi, Qadha Allah adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah pada hamba-Nya, tanpa ada sangkut-pautnya pada keinginan dan pilihan setiap insan. Adapun Qadar berarti, kemunculan segala sesuatu perbuatan atas dasar keinginan manusia dan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan di azali.
Oleh sebab itu, Qadha bukanlah segala ketetapan yang diciptakan Allah pada manusia saja, tetapi ilmu Allah dengan apa yang terjadi dan yang akan terjadi. Dan ilmu selalu mengikuti pengetahuan. Dalam artian ilmu Allah tentang segala yang terjadi pada manusia seperti bencana alam, kematian, kelahiran dan segala musibah yang telah diketahui Allah sebelumnya, mengikuti keinginan manusia yang berbuah perbuatan manusia yang diciptakan oleh Allah.Bila dianalogikan, ilmu Allah ini ibarat lentera yang menerangi semua yang berada di depan mata, hanya saja ilmu Allah ini penerang bagi hati, akal dan pikiran setiap jiwa. Namun hati manusialah yang berwewenang untuk memilih.
Qadha dan qadar adalah satu kesatuan yang telah menjadi sunnatullah. Maka sakit, rezki, keberhasilan, kemenangan, semuanya adalah qada Allah dan qadar-Nya, yang diselaraskan dengan do’a dan usaha setiap hamba. Semisal, Allah telah mencatat bahwa fulan nantinya akan sakit jantung. Di samping itu Allah mengetahui bahwa fulan selalu berdo’a agar terjaga dari segala penyakit, bisa jadi Allah memberi dia kesembuhan atau sudah ditetapkan baginya ajal. Oleh sebab itu, tawakal manusia di sini bukanlah tawakal pada qada’, tapi pada takdir yang telah ditetapkan Allah pada manusia.
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar-Ra’d: 39)
Do’a merupakan senjata ampuh sebagai penolak bala, kemudian bertawakal pada takdir setelah usaha dan do’a dikerahkan.Dalam hadist yang diriwayatkan Ahmad dan Nasa’I, Rasulullah SAW.bersabda: Seorang diharamkan bagianya rezki atas maksiat yang dilakukannya, dan takdir dapat berubah dengan do’a, maka tambahlah sisa umur dengan kebaikan”. Arti qada dan qadar dalam hadist ini adalah takdir yang direalisasikan dengan ikhtiyar manusia sendiri.
Dari pemaparan di atas jelas bahwa manusia memiliki ikhtiyar untuk melakukan apa yang dia ingini. Manusia diuji dengan segala yang ada di depannya berupa kebaikan dan keburukan.Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,(QS. al-Hadid 22-23)
Semua menjadi kehendak Allah untuk memberi hidayah kepada siapapun yang Dia kehendaki.Tapi hidayah pasti akan diberi kepada hamba-Nya yang ta’at. Begitu juga dengan kesesatan bagi hamba yang bermaksiat.
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik, “Yaitu orang-orang yang melanggar Perjanjian Allah sesudah Perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. mereka Itulah orang-orang yang rugi.Dan Allah tidak akan membebani bagi hamba-Nya yang berusaha. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. al-Baqarah: 286)
Telah banyak Allah memberi dalil atas Kuasa-Nya. Apalagi Allah SWT menurunkan al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, sudah banyak berbicara tentang kebenaran dan pekerjaan yang diridhoi Allah. Di tambah lagi dengan diangurahkan kepada umat manusia insan mulia, yaitu Baginda Rasulullah SAW. Maka haruslah bagi manusia untuk selalu berjihad mencari kebenaran tersebut. Agar hidayah Allah selalu menuntun kepada kebaikan. Karena kebaikan dan kebenaran akan berujung kepada keburuntungan manusia itu sendiri. “Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.(QS. al-Ankabut: 6). Oleh karena itu marilah kita selalu mengingat Allah agar hati kita dapat teriringi dengan cahaya kebenaran.  Hati, akal dan pikirannya akan selalu tentram. Sebab barang siapa yang mengenal Allah, maka ia akan mengenal dirinya sendiri.Wallahu ta’ala a’la wa a’lam.



Protokol Konspirasi Zionis


“Orang-orang Yahudi tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”, dan “Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepada kamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (Al-Baqarah 120).

Al-Qur’an sebagai petunjuk umat seluruh alam, telah banyak berbicara tentang keburukan karakter Yahudi. Allah SWT, dalam al-Qur’an, telah menyelamatkan mereka berkali-kali dari kesesatan. Namun, mereka kembali lagi pada kesesatan, dengan melalaikan perintah-Nya. Di masa kini pun, kita dapat menyaksikan buruknya tabiat Yahudi. Terutama dalam gerakan Zionisme. 

Kongres pertama Zionisme diadakan di Basel, Swiss, tahun 1897. Kongress ini dipelopori oleh Theodore Herzl. Theodore mendeklarasikan persengkokolan yang bertujuan mencapai dominasi global, menyusun target agar dunia di bawah genggamannya. Palestina ditargetkan menjadi pusat kekuasaan bangsa Yahudi.

Sebelumnya, padatahun 1895, Theodore Herzl mengadakan konferensi Internasional Yahudi pertama kali di kota Basel, Swiss. Konferensi tersebut memperbincangkan taktik untuk menguasai dunia. Dari konferensi tersebut lahir sebuah kesepakatan yang tersimpan dalam dokumentasi rahasia. Kesepakatan itu direalisasikan secara sisitematis dan konsisten hingga saat ini. Dokumen itu adalah Protokol Zionis. 

Protokol secara etimologi berarti perkumpulan, perkuliahan atau seminar. Adapun secara terminologi, berarti persekongkolan yang membentuk suatu kinerja untuk menjadikan dunia dibawah kekuasaan Yahudi, baik secara syariat maupun tidak. Program kerja ini terdiri dari 24 pasal, yang mengindikasikan pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya. 

Di dalam kitab “burtukolathukamaSohyun”, Dr Ihsan Hayqi menjelaskan secara terperinci 24 pasal tersebut, tetapi penulis di sini mencoba menyenaraikan beberapa pasal, yang berhubungan dengan aspek politik, ekonomi,sosial,dan budaya.

Aspek Politik
Dunia tidak akan terkendali jika tidak ada pemimpin. Jika politik sudah tidak di tangan muslim, maka kafir beraksi menguasai dunia. Melalui Protokol, Yahudi telah merencanakan kehancuran dunia, dengan merambat melalui aspek politik. 

Protokolat pertama mengatakan, "Kebebasan politik hanyalah sebuah idealisme yang abstrak, bukanlah kenyataan, kebebasan yang utopis . Dengan itu, kita mudah memasukan kebebasan liberalisme dalam pikiran rakyat. Jika rakyat telah terhipnotis, maka mereka akan mengabaikan hak dan fasilitas yang  telah disaranai oleh pemimpin, sehingga dapat memperjuangkan idealisme yang utopis itu. Disinilah konspirasi menyihir hak dan fasilitas rakyat“ 

“Kita akan robohkan harmonisasi antara negara dan agama. Agama merupakan suatu yang radikal dan tidak berhubungan dengan perpolitikan. Agama yang dulu menjadi landasan keluhuran budi, etika dan moral, akan dihebohkan dengan kampanye kebebasan. Kebebasan itu disalahartikan. Pada saat itu, penguasa Negara sudah tidak memiliki wibawa, karena telah termakan liberalisasi. Konspirasi inilah yang akan berkuasa untuk merubah undang-undang dan peraturan Negara sesuai target yang ditetapkan”. 

Protokolat ke-lima: “Kita akan kuasai berbagai lini kepemimpinan, lalu kita rancang suatu kinerja baru, sehingga menjadi konspirasi yang mengubah seluruh peraturan yang ada. Semuanya kita lakukan bertahap, di setiap tempat dan waktu. Bermula dengan mengobarkan api peperangan antara umat. Kemenangan diantara mereka tidak boleh menghasilkan perolehan teritorial, sehingga ketika perekonomian mereka kacau, merek masih memohon bantuan kita”.

Protokolat ke-enam memaparkan, “Kita harus memiliki taktik yang jitu untuk menyingkarkan aristokrat pemerintah, dengan mengelabui rakyat menuntut hak-haknya melalui pemerasan pajak, karena bangsawan ini tidak akan ingin hidup melarat. Hal ini menjadikan para Goyim memberontak, menuntun untuk menurunkan pemimpin yang anarkis dan dikatatoris itu”.

Gerakan Zionisme ini mengakar di Palestina, dan melemahkan kekuatan Islam. Mereka dengan cepat mengusai pertahanan dengan menjadikan Amerika sebagai sekutu. Israel menjadi dalang dibalik kekuasaan Amerika dalam berbagai aspek. Dalam politik, Zionis merancang kebebasan politik demokrasi, sehingga menjadikan politik tidak bernilai dan tidak selaras lagi dengan agama. 

Aspek Ekonomi
Ketika rakyat sudah mengusung sekularime, Zionis mulai melangkah pada aspek ekonomi. Ekonomi adalah aspek yang sangat membantu kejayaan negara. Kesejahteraan ekonomi membantu kapitalis negara untuk menambal kebutuhan rakyat. Tetapi, bila ekonomi telah bobrok, maka kajayaan juga akan berakhir. Menghancurkan aspek ekonomi inilah taktik Zionis selanjutnya. 

Protokolat ke-empat mengatakan, “Ketika selain Yahudi atau Goyim, sudah tidak mampu lagi berfikir dan berkontribusi, mereka mulai putus asa dan bermalas-malasan. Seketika itu politik sudah terpisahkan oleh agama. Maka kita menggiring mereka ke arah materi. Hingga terciptalah subordinasi di antara mereka Tugas kita memalingkan mereka pada industri dan perdagangan. Maka persaingan materi dimulai. Mereka diperbudak materi. Perlu kita awasi lagi, untuk menjalankan misi ini kita harus meyakinkan spekulasi dari perindustrian tersebut, setelah mereka memercayai hasil ini, mereka masuk perangkap kita. Para pakar Goyim berada dalam kekuasaan kita, berlindung dari musuh. Naungan itu hanyalah sebagai payung yang nantinya dengan mudah diterpa angin”. 

Protokolat ke-enam mengatakan, “Ketika kita telah mengatur monopoli perdagangan besar-besaran. Kita buat gudang penimbunan harta. Yang mana harta itu didominasi oleh mereka. Setelah itu mereka terjerat hutang. Para Goyim melarat. Selanjutnya kita iming-imingi dengan menjadikan mereka buruh bergaji tinggi. Lalu barang di pasaran kita tinggikan pula harganya. Sehingga kehancuran perdagangan mereka mulai terlihat. Setelah itu mereka akan menyalahkan pemerintahan. Hilanglah kepercayaan itu di tengah keboborokan politik. Inilah musibah politik ”. 

Sejatinya, apa yang ditulis dalam protokol zionis adalah gambaran dari arus globalisasi. Namun hanya sedikit saja yang sadar akan arus ini. Padahal, perekonomian kini telah dikuasai oleh Zionisme. Globalisasi disemarakkan dengan adanya gerakan perdagangan global, pemborosan investasi perbankan, dan pergeseran fungsi media dan layar lebar.

Aspek Sosial Budaya
Budaya leluhur Islam telah terkubur. Datanglah budaya baru dari barat untuk diperkenalkan pada generasi. Generasi muda akan berfikir bahwa itu adalah kebudayaan trendi, having fun, secara tidak sadar, mereka masuk perangkap Yahudi. Ternyata, perangkap terhadap dua aspek ini telah terkonsep lebih dulu. 

Protokolat ke-dua mengatakan, “Pada saat pemerintahan memegang kekuasaan yang penuh. Di saat itu kita pengaruhi para pemuda untuk mencintai jurnalistik. Dan mayoritas kita akan menjadi pemilik jurnal yang mereka terbitkan. Dalam ranah media, mereka akan meliput semua keburukan dan keluhan rakyat terhadap pemerintahan,lalu tersebar luas di seluruh seantero dunia”. 

Protokolat ke-duabelas: “Selanjutnya kita bersosialisasi baik dengan rakyat, melalui cara memberikan keamanan bagi mereka, sehingga mereka tidak berbalik memusuhi kita. Tetapi hakikatnya itu bukanlah kenyamanan yang mereka dapat, melainkan musibah”.

Terlihat jelas oleh kita, Zionis menjejali budaya umat dengan food, fashion, film yang diadopsi dari barat. Sehingga, rakyat kehilangan identitas citra agama dan negara. Aspek pendidikan generasi muda juga telah diambil alih Zionis, dengan memberikan kebebasan berfikir dan menyebarkan buku-buku berisi kebebasan pemikiran ala Zionisme.
Awalnya, Yahudi mempengaruhi bangsa yang memiliki kekuasaan tinggi, yaitu Barat. Baru setelah itu membidik dunia .Bagi Zionis, inilah cara terbaik untuk menyerang orang Islam. Kenyataannya, Islamlah agama yang sulit ditaklukan, setelah mereka merasa mampu menundukan Kristen di tanah Barat.
Dengan pemaparan ini, marilah kita mulai membuka mata terhadap hegemoni Zionisme tersebut. Zionis telah menyusup ke sendi-sendi kehidupan kita. Mereka bersatu dalam idealisme menguasai dunia. Keinginan mereka untuk menaklukkan dunia, kini terwujud sedikit demi sedikit dalam tindakan mereka yang konkrit. Lalu apa upaya kita untuk menyikapi hegemoni ini?

Mengurai Benang Kusut



Masuklah kamu ke Mesir, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Penggalan surat al-Baqarah ayat 61 di atas ditujukan pada kaum nabi Musa, ketika hendak memasuki Mesir. Namun sepertinya, eksistensi kalam ilahi tersebut masih relevan hingga kini. Ayat tersebut juga ditujukan, bagi siapa yang memasuki negeri peradaban Islam ini. Termasuk kita para Masisir. Mahasiswa yang merantau meninggalkan tanah air Indonesia, demi mengenyam pendidikan di Universitas Islam ternama di dunia. Mahasiswa perantau ini, dapat berprofesi apa saja yang diinginkan di Mesir. Entah itu akademisi, organisatoris, pebisnis, pada setiap ranah pergerakan yang dikelola Mahasiswa Indonesia Mesir.

Teringat beberapa tahun lalu ketika para santri, siswa, bahkan mahasiswa, tengah berjibaku untuk mempersiapkan dirinya demi mengikuti tes Departemen Agama. Bersemangat mempersiapkan diri dengan kematangan belajar, hafalan al-Qur’an, melengkapi angket dan data-data persyaratan, serta merelakan untuk bolak-balik keluar kota. Semua itu dikerahkan demi kelulusan masuk Universitas yang diimpikan. Hingga pada akhirnya mimpi itu terwujud. Kemudian setiap jiwa-jiwa yang lulus, mempersiapkan diri mereka menempuh jalan impian selanjutnya. Bahkan ketika awal kedatangan, masih banyak yang tidak percaya bahwa dirinya diberi anugrah seindah ini.  Mereka yang diberi anugurah indah tersebut, bak benang rapi yang siap untuk dirajut. Lalu pertanyaannya, apakah kini benang tersebut sudah mulai dipintal sedikit demi sedikit?, atau malah kusut tertiup arus angin?.

Mungkin hingga detik ini, di antara Masisir sudah banyak yang sudah memintal benangnya, bahkan mungkin hampir menjadi sebuah rajutan yang anggun. Para akademisi di perkuliahan sudah menghafalkan muqoror sebulan sebelum ujian. Pegiat kajian sudah menamati berjubel buku klasik dan kontemporer. Pegiat talaqi sudah banyak meresap ilmu dari masyayikhnya. Pebisnis sudah memiliki keuntungan yang memuaskan. Pegiat organisasi sudah banyak mengecap ragam pengalaman. Olahragawan telah puas berkali-kali memenangkan pertandingan. Semua roda dinamika Masisir, terus berputar tanpa henti. Semuanya saling berketergantungan satu sama lain. Tapi apakah di samping keragaman kegiatan tadi, masih adakah Masisir yang termangu berdiam dalam rumah tanpa ada tujuan?. Wallahu a’lam.

Perlu direnungkan kembali, bahwa untuk mendapatkan gelar Mahasiswa membutuhkan waktu bertahun-tahun. Berbeda dengan zaman nenek moyang kita terdahulu, lulus Sekolah Dasar sudah menjadi kebanggaan. Namun kini gelar Mahasiswa tersebut disalah-artikan, seakan identitas tersebut hanya pemeriah data atau kartu keanggotaan  saja. Apalagi Masisir yang sistem perkulihannya berbeda jauh dengan Mahasiswa Indonesia. Semua atas dasar kesadaran diri. Kesadaran memenej antara waktu untuk kegiatan, kebutuhan, dan waktu konsentrasi pada idealisme pribadi. Siapa yang memanfa’atkan setiap detik waktunya, itulah mereka yang beruntung.

Di samping mereka yang beruntung, mungkin ada yang sempat kehilangan identitas sebagai Mahasiswa al-Azhar Mesir. Tapi banyak juga yang sadar ketika akan pulang. Sebagai manusia yang bertitel Mahasiswa, mestinya dapat melaksanakan kewajibannya, yaitu berdedikasi menuntut ilmu setinggi-tingginya. Maka ketika belajar empat tahun di Mesir, sudah cukup untuk berkiprah di masyarakat. Setelah itu, tidak ada lagi Mahasiswa yang alergi pulang, karena kurangnya persiapan keilmuan.

Dinamika yang sudah merambah pada jiwa Masisir, sebaiknya tidak terlepas dari kebutuhan primer Masisir sebagai Mahasiswa. Sebut saja Wihdah tahun ini, yang memiliki slogan “Let’s be excellent muslimah scholar”. Seakan ketua Wihdah baru, ingin membentuk perempuan Masisir yang multitalenta. Perempuan yang bisa memadukan antara kegiatan akademis dan ekstrakulikuler. Begitu juga dengan ketua KPMJB periode lama, yang menjadikan organisasi sebagai ladang pembelajaran, terbukti ia selalu mendukung kegiatan keilmuan yang diadakan kekeluargaan atau di luar kekeluargaan. Sehingga adanya organiasasi, seakan menjadi faktor penunjung Masisir menggapai keberhasilannya, bukan hanya sebagai having fun, tanpa adanya kegiatan yang membuahkan manfa’at.

Tak dapat dipungkiri, bahwa semua orang membutuhkan refreshing. Melakukan kegiatan-kegiatan penyegar ritme kehidupan. Tapi jika semua sudah sangat berlebihan dan melenakan, bagaimana menapak tilasi alur impian?. Setelah itu datang penyesalan. Sarana dan prasana dinamika disalah-gunakan. Akhirnya, benang yang rapi pada awalnya, mulai kusut tertiup arus kesibukan having fun. Nafsu dipertuhankan.Tidak ada kata terlambat, benang kusut masih sempat untuk dibenahi, diuraikan, lalu dirajut kembali. Anggaplah semua kehidupan itu pembelajaran. Di mana dan kapan pun pergerakan yang kita lakoni, haruslah dijadikan wadah pembelajaran. Baik itu perkuliahan, kajian, kesenian, olahraga, perdagangan dan lain sebagainya. Kesibukan itu semua, janganlah sampai memudarkan karakteristik kita sebagai Azharian. Setidaknya mengenali ulama-ulama al-Azhar, mufti, bahkan dosen yang mengajar di kursi perkuliahan. Karena di Indonesia sana, Masisir sangat diharapkan untuk merubah peradaban Indonesia. Peradaban yang kini kian kacau. Baik di segi politik, sosial, budaya, serta pengajaran. Apalagi kini masyarakat Indonesia -menurut pengakuan alumni-alumni al-Azhar di Indonesia- sudah banyak berkiblat dan mengambil manfa’at dari cendikiawan alumni Barat. Sedang alumni Timur Tengah mulai termajinalkan. Apakah sebab semua itu?

Beberapa hari yang lalu, Ustadz Ahmad Sarwat, seorang pakar Fiqih di Indonesia, membuat sebuah note pada jejaringan status facebooknya. Note yang berjudul “Pergi Balok Pulang Balok” tersebut, berisikan tentang sindiran bagi pelajar Timur Tengah. Sindiran halus agar Mahasiswa bersamangat menggali ilmu lebih dalam lagi. Ibarat balok polos, yang akan diolah menjadi kursi, meja, sofa dan perabotan yang bermanfa’at lainnya. Analogi tersebut, mengindikasikan bahwa cendikiawan muslim Indonesia membutuhkan alumni Timur Tengah untuk bersinergi bersama, membangun kembali dekadensi nilai-nilai agama di Indonesia.

Dengan ini, besar harapan, agar semua dinamika Masisir memiliki komposisi kegiatan yang bermanfa’at demi anggotanya. Juga mempunyai kebijakan-kebijkan  dalam mengharmonisasikan antara kegiatan akademis dan non akademis. Agar nantinya terwujud integritas pelajar yang intelek. Intelektual berkarakter Azhari. Melaju mempersiapkan diri untuk bangsa yang dirindukan.
   
Dengan sedikit celoteh di atas, penulis berharap agar Masisir mengurai kembali benang kusutnya, menyadari kembali tujuan hidupnya, selagi benang tersebut masih dapat dibenahi. Lalu berusaha untuk terus tekun dengan rajutan tersebut, hingga dapat membentuk rajutan indah yang diinginkan. Bagi yang sudah mulai merajut sedikit demi sedikit, agar tetap fokus pada rajutannya, dan tidak mudah bepaling dari prioritas awal.