Rabu, 06 November 2013

Tangismu tak kan Pernah Terdengar


Tidak ada yang istimewa dari pentas seni tadi malam. Tari tradisional arabnya juga tidak mengundang gelak tawa. Shalawatan pembuka juga tak jauh beda dari tahun lalu. Yang mengesankan bagiku hanya kotakan dan sambal (Smart bereng lenong), mungkin karena lapar menggerogoti perutku. Semua penilaian tentang acara itu, tak lain karena kau dari tadi hanya diam tak bersuara. Seakan pikiran dan tubuhmu tertawan suasana.


Kemudian aku beranjak sebentar untuk melihat panggung lebih dekat. Melihat pertunjukan dari jelas. Benarkah semua itu membosankan?. Hmm... tidak juga, aku menerka. Kembali ku berbalik arah dan bersua dengan teman lama. Cipika-cipiku bareng beberapa jam dengan mengenang indah masa lampau. Ups.. aku lupa bahwa kau tertinggal di belakang panggung. Kau sendirian menonton pentas seni itu dengan layar tancap, bersama penonton yang tidak kebagaian kursi. Sebab keramaian tidak mungkin untuk menampung beribu penonton.

Teringat kau, aku bergegas kembali. Saat kembali, tetap masih diam. Kau tak mengeluarkan sepatah katapun, setidaknya mengomentari pagelaran yang dirasa membosankan itu. Aku curiga ketika kau menatap nanar matamu pada pemain itu. Lalu butiran air menggenang di pelupuk matamu. Entahlah, mungkin kau sudah mulai terbawa haru drama. Terharu karena syekh dalam drama itu meninggal. Aku mengira.

Pagi-pagi kau telah bertengger di depan bangku biru. Menungguku membawa bungkusan nasi goreng untuk makan pagi kita. Dipertengahan, kau  menggurutu  dan mulai muak dengan waktu. Kau mulai ketakutan. Aku sedikit terkekeh, karena kau juga menyita jatah makan ku. Ya kau pasti selalu kekurangan ketika makan. Tapi biarlah asal kau senang.

Malah bukan senang, tangismu berderai lagi. Aku  mulai geram. Kata-kata mulai keluar berjejer dari mulutku. "Sudahlah isakmu tak akan pernah habis. Jeritmu tak akan pernah terdengar. Sesalmu tak berguna. Karena kau hanya diam, membiarkan waktu membunuh mimpi dan citamu.

Ya mungkin kau lebih dulu tau. Bahwa kapal yang kuat itu, akan terus diterpa angin kencang  yang datang dari arah berlawanan. Pasak itu, harus kau tancapkan lebih dalam agar tendamu berdiri kokoh. Bukankah itu dulu petuahmu ketika ku putus asa?

"Sudahlah tak usahlah kau pikirkan kicau beo. Anggaplah itu hanya debu yang berterbangan kemudian digerus hujan. Jadilah seperti unta yang tak pernah mengeluh karena haus di tengah padang pasir panas."

Aku bermimpi hadir di yudisium kelulusanmu nanti. Hari dimana sejarah mencatat bahwa kau dan hujan pernah menangis. Kau dan sampah plastik pernah terbuang. Dan hari itu juga, air hujanmu kembali menguap ke angkasa raya. Sampahmu sudah didaur ulang dan bermanfa’at untuk manusia.

Kau tau mengapa ku begitu yakin dengan ketabahan hatimu? Karena kita tak jauh beda.

Semangatilah hari mu dengan zikir dan usaha. Karena ikhlas membuat keduanya menjadi do’a.

Never give up semoga kita dapat bertemu kembali. Kemudian  kau dan aku sama2 tertawa. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar