Minggu, 15 September 2013

Mengkaji Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (Part 1)

Minang adalah suatu budaya yang terlahir dari daerah Sumatera Barat atau lebih jelasnya bernama Minangkabau. Awalnya, Minangkabau telah tumbuh dan berkembang di bawah pengaruh animisme, dinamisme, Hindu dan Budha. Kemudian datanglah ajaran Islam yang dibawa perantau dari luar daerah Sumatera Barat semisal, Buya Hamka, Khatib al-Minangkabau dan tokoh-tokoh Islam lainnya.

Buya Hamka, yang merumuskan sintesis ini telah banyak menghasilkan kepercayaan beragama dalam masyarakat minang. Dan ketika itu juga adat yang berkembang juga sangat kuat. Adat yang merupakan sistem nilai, dasar dari penilaian etis, hukum dan sosial. Adat kemudian mewujudkan pola perilaku ideal. Dari sinilah, Buya Hamka melahirkan pepatah “Adat Basandi Syarak, syarak basandi Kitabullah." Syarak mangato adat mamakai.”

Rumusan sintesis ini sudah lama dipertanyakan, “Apakah benar adat itu basandi syarak?,” tetapi kenapa masih banyak penyelewengan, hak waris, dan Matrealisme?.

Dalam hal ini Buya Hamka telah membantah dalam bukunya yang berjudul “ Adat dan Islam” yang pernah diterbitkan secara bersambung di majalah Panji Masyarakat. (Sampai saat ini, saya juga belum pernah melihatnya. Semoga bisa bersua dengan  buku tersebut)

Sedikit berbicara soal ini, saya sempat ngobrol santai dengan paman yang kebetulan merupakan seorang Pemimpin, Datuak dan juga Ulama. Beliau menjelaskan, untuk menghadapi hal ini kita harus memakai sistem musyawarah, karena suatu masalah tidak akan selesai jika tidak dengan musyawarah. Yaitu dengan menghadirkan ulama, pemimpin, dan datuak (sebagai pemimpin adat).  Ini terkait masalah hak waris yang harus menyamakan persepsi antara ketiganya.

Tentang pelamaran perempuan dalam  minang, mari kembali berkaca pada peminangan Siti Khadijah pada Rasulullah SAW.  Jadi, masih ada yang memakai dalil yang membolehkan pelamaran wanita atas lelaki. Tetapi saya sendiri juga masih belum menerima statemen ini, harus ada dalil yang lebih kuat lagi, karena saya sih maunya dipinang bukan meminang. J

Menurut beliau juga, bahwa adat minang sudah banyak berlandaskan syari’at, hanya saja yang paling keliatan menyimpang adalah hak waris dan matrealismenya.  Juga orang minang sejauh manapun merantau, jika ia memiliki rasa yang tinggi terhadap kampung halamannya, itulah yang disebut dengan orang minang sejati.

Mungkin segitu dulu yang saya tangkap hasil obrolan semata, semoga nanti dapat menemukan yang lebih rajih dari buku. J


Tidak ada komentar:

Posting Komentar