Minang adalah suatu budaya yang terlahir dari daerah
Sumatera Barat atau lebih jelasnya bernama Minangkabau. Awalnya, Minangkabau
telah tumbuh dan berkembang di bawah pengaruh animisme, dinamisme, Hindu dan
Budha. Kemudian datanglah ajaran Islam yang dibawa perantau dari luar daerah
Sumatera Barat semisal, Buya Hamka, Khatib al-Minangkabau dan tokoh-tokoh Islam
lainnya.
Buya Hamka, yang merumuskan sintesis ini telah banyak
menghasilkan kepercayaan beragama dalam masyarakat minang. Dan ketika itu juga
adat yang berkembang juga sangat kuat. Adat yang merupakan sistem nilai, dasar
dari penilaian etis, hukum dan sosial. Adat kemudian mewujudkan pola perilaku ideal.
Dari sinilah, Buya Hamka melahirkan pepatah “Adat Basandi Syarak, syarak
basandi Kitabullah." Syarak mangato adat mamakai.”
Rumusan sintesis ini sudah lama dipertanyakan, “Apakah benar
adat itu basandi syarak?,” tetapi kenapa masih banyak penyelewengan, hak waris,
dan Matrealisme?.
Dalam hal ini Buya Hamka telah membantah dalam bukunya yang berjudul “ Adat dan Islam” yang pernah diterbitkan secara bersambung di majalah Panji Masyarakat. (Sampai saat ini, saya juga belum pernah melihatnya. Semoga bisa bersua dengan buku tersebut)
Dalam hal ini Buya Hamka telah membantah dalam bukunya yang berjudul “ Adat dan Islam” yang pernah diterbitkan secara bersambung di majalah Panji Masyarakat. (Sampai saat ini, saya juga belum pernah melihatnya. Semoga bisa bersua dengan buku tersebut)
Sedikit berbicara soal ini, saya sempat ngobrol santai
dengan paman yang kebetulan merupakan seorang Pemimpin, Datuak dan juga Ulama.
Beliau menjelaskan, untuk menghadapi hal ini kita harus memakai sistem
musyawarah, karena suatu masalah tidak akan selesai jika tidak dengan
musyawarah. Yaitu dengan menghadirkan ulama, pemimpin, dan datuak (sebagai
pemimpin adat). Ini terkait masalah hak
waris yang harus menyamakan persepsi antara ketiganya.
Tentang pelamaran perempuan dalam minang, mari kembali berkaca pada
peminangan Siti Khadijah pada Rasulullah SAW.
Jadi, masih ada yang memakai dalil yang membolehkan pelamaran wanita
atas lelaki. Tetapi saya sendiri juga masih belum menerima statemen ini, harus
ada dalil yang lebih kuat lagi, karena saya sih maunya dipinang bukan meminang.
J
Menurut beliau juga, bahwa adat minang sudah banyak berlandaskan
syari’at, hanya saja yang paling keliatan menyimpang adalah hak waris dan
matrealismenya. Juga orang minang sejauh manapun merantau,
jika ia memiliki rasa yang tinggi terhadap kampung halamannya, itulah yang disebut dengan orang
minang sejati.
Mungkin segitu dulu yang saya tangkap hasil obrolan semata,
semoga nanti dapat menemukan yang lebih rajih dari buku. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar